REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR—Pendanaan transportasi massal berbasis rel atau trem di Kota Bogor akan menggunakan alternatif skema Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau investasi bisnis dari pihak ketiga. Oleh karena itu, DPRD Kota Bogor meminta Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor agar melakukan kajian perencanaan secara matang.
Ketua DPRD Kota Bogor, Atang Trisnanto, mengatakan skema pendanaan transportasi massal tersebut tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bogor Tahun 2019-2024.
“(Pendanaan trem) tidak menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota Bogor, ataupun pinjaman daerah karena kemampuan keuangan daerah sangatlah terbatas dan masih banyak program prioritas lain yang jauh lebih mendesak,” kata Atang kepada Republika, Kamis (10/2).
Untuk itu, sambung Atang, DPRD Kota Bogor meminta kepada Pemkot Bogor agar benar-benar matang melakukan kajian dan perencanaan pengadaan trem. Baik dari sisi ekonomi, sosial, maupun lingkungan, termasuk keberlanjutannya.“Jangan sampai hanya sekedar program yang dipaksakan dan akhirnya tidak sustain,” tegasnya.
Di sisi lain, Atang mengatakan, untuk pengadaan trem sendiri pihaknya masih ragu. Lantaran melihat kondisi luar jalan, maupun topografi yang ada di Kota Bogor. Berdasarkan hal tersebut, ia kembali menegaskan agar Pemkot Bogor bisa melakukan kajian pengadaan trem yang komprehensif, matang, dan tidak terburu-buru.
Politikus PKS ini menambahkan, konsep keterpaduan transportasi publik dan jejaring lalu lintas, sebenarnya sudah ada dalam renstra transportasi. Bagaimana menyambungkan transportasi publik dari Jakarta dan Kota Bogor.
Di Kota Bogor sendiri, kata dia, terdapat sistem transportasi massal utama di koridor utama, hingga angkutan pengumpan atau feeder di wilayah pinggiran. Dipadu dengan jaringan jalan Regional Ring Road (R3) dan lingkar luar yg menghubungkan Kecamatan Bogor Timur sampai Kecamatan Bogor Barat.
Saat ini, di Kota Bogor sudah beroperasi transportasi massal Biskita Transpakuan sebagai angkutan publik di koridor utama dan pendukung. “Sejauh ini sudah cukup baik operasionalnya. Tinggal nanti diperbaiki titik lemah yang ada seperti kesiapan shelter dan pengelolaan yang lain,” kata Atang.
Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim, mengatakan transportasi massal trem di Kota Bogor akan dioperasikan pertama kali di Koridor 1. Koridor tersebut akan memiliki jalur perulangan atau looping, yang menghubungkan antara Terminal Baranangsiang, Jalan Pajajaran, Jalan Otista, Jalan Juanda, Jalan Kapten Muslihat, Jalan Nyi Raja Permas, Jalan Dewi Sartika, Jalan Sawojajar, Jalan Sudirman, Sempur, dan Jalan Pajajaran.
Pada Koridor 1 sepanjang 8 kilometer tersebut, diperkirakan anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp 1,8 triliun. “Baru di Koridor 1 kita membutuhkan kurang lebih Rp 1,5 triliun, sampai Rp 2 triliun. Itu untuk tahap pertama, panjang koridor 8 kilometer,” ujar Dedie.
Kepala Bappeda Kota Bogor, Rudy Mashudi, mengatakan pihaknya bersama PT KAI sedang membicarakan tahapan dan studi teknis yang harus dipenuhi sebagai prasyarat pengembangan trem di Kota Bogor. Dari hasil feasibility study yang sudah dilakukan oleh Colas Rail dan Iroda, Koridor 1 akan menjadi koridor pertama yang akan dilalui oleh trem dengan panjang 8 kilometer.
Di samping itu, lanjutnya, PT KAI akan melanjutkan reviu atau penelaahan ulang dari feasibility study yang sudah dilakukan. Dengan tujuan menganalisis dari sisi kajian finansial dan bisnis, kajian resiko, kajian kelembagaan.