Jumat 11 Feb 2022 15:42 WIB

Takziyah Virtual Almarhum Yahya Muhaimin

Kepergian Yahya Muhaimin menyisakan duka mendalam bagi keluarga besar Muhammadiyah.

Mantan Mendiknas Yahya A. Muhaimin (kiri) dan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir. Takziyah Virtual Almarhum Yahya Muhaimin
Foto: Republika/Prayogi
Mantan Mendiknas Yahya A. Muhaimin (kiri) dan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir. Takziyah Virtual Almarhum Yahya Muhaimin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu kader terbaik Muhammadiyah yang juga tokoh pendidikan nasional Prof Yahya A Muhaimin PhD meninggal dunia pada 9 Februari 2022 di Rumah Sakit Geriatri, Purwokerto, Jawa Tengah. Kepulangan pria kelahiran 17 Mei 1943 di Bumiayu ini menyisakan duka mendalam bagi keluarga besar Muhammadiyah dan bangsa Indonesia.

Semasa hidupnya, guru besar Fisipol Universitas Gadjah Mada ini pernah menjadi Ketua Majelis Dikti PP Muhammadiyah periode 1990-1995, Anggota PP Muhammadiyah 2000- 2005, dan Ketua Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah 2005-2010. Di era Presiden Gus Dur, ia menjadi Menteri Pendidikan Nasional 1999-2001 yang menyiapkan draft naskah UU Sisdiknas.

Baca Juga

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengenang almarhum sebagai peribadi yang penuh dedikasi. “Pak Yahya adalah pribadi yang bersahaja dan melaksanakan amanah dengan penuh tanggung jawab. Demi melaksanakan amanah itu, selama lebih dari lima tahun, Pak Yahya harus hidup di tiga kota (Yogyakarta, Jakarta, Bumiayu),” tutur Mu’ti dalam takziyah virtual yang diadakan Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah (11/2/2022).

Di Yogyakarta, beliau mengajar sebagai dosen di UGM, di Jakarta sebagai Ketua Majelis Dikdasmen dan mengajar di Universitas al-Azhar, dan  Bumiayu beliau menjadi rektor di Universitas Peradaban. “Sungguh berat, tapi Pak Yahya menjalani dengan ikhlas, gembira, dan tidak pernah mengeluh,” ujar Prof Abdul Mu’ti.

Saat Prof Yahya menjadi ketua Majelis Dikdasmen, Mu’ti diamanahi menjadi sekretaris. “Sebagai sekretaris, saya kadang-kadang ‘melangkahi’ wewenang Pak Yahya sebagai ketua.  Tapi beliau tidak pernah merasa tersinggung, apalagi marah. Pak Yahya hanya minta diberitahu hal-hal yang saya lakukan di luar keputusan Majelis. Dan, sebagai orang tua dan guru, Pak Yahya selalu tut wuri handayani. Sebuah keteladanan yang tidak pernah saya lupakan,” katanya.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement