REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Platform marketplace penjualan Non Fungible Token (NFT), Cent menghentikan penjualan NFT karena berbagai masalah fundamental. Cent adalah marketplace yang menjual NFT dari tweet pertama Jack Dorsey seharga 2,9 juta dolar AS.
CEO dan salah satu pendiri Cent, Cameron Hejazi mengatakan Cent telah menghentikan sebagian besar penjualan NFT, meski hanya sementara. Namun bagian khusus untuk menjual NFT tweet 'berharga' masih aktif.
"Ada spektrum aktivitas yang terjadi yang pada dasarnya tidak boleh terjadi, ini terkait secara hukum," kata Hejazi kepada Reuters, Ahad (13/2).
Hejazi menyoroti tiga masalah fundamental. Diantaranya, orang menjual salinan NFT yang tidak sah, orang yang membuat konten NFT yang bukan miliknya, dan orang yang menjual set NFT yang menyerupai sekuritas.
Cent mengklaim banyak orang menjual token konten yang bukan miliknya dan itu masalah yang sangat mendasar di pasar aset digital yang berkembang pesat. NFT sendiri harus bersifat orisinil dan tidak ada duanya.
NFT adalah token yang tidak dapat dipertukarkan. Penjualannya melonjak menjadi sekitar 25 miliar dolar AS pada tahun 2021 dan membuat banyak orang kebingungan.
Sebagian besar tidak habis pikir mengapa begitu banyak uang yang dihabiskan untuk barang-barang yang tidak ada secara fisik. Apalagi banyak asetnya dapat dilihat siapa pun secara online secara gratis.
NFT adalah aset kripto yang merekam kepemilikan file digital seperti gambar, video, atau teks. Siapa pun dapat membuat atau mencetak NFT, dan kepemilikan token biasanya tidak memberikan kepemilikan item yang mendasarinya.
Kini, laporan penipuan dan pemalsuan telah menjadi hal biasa. Cent yang berbasis di AS mengatakan masalah ini merajalela karena pengguna terus mencetak aset digital palsu.
"Itu terus terjadi, kami akan melarang akun yang melanggar tapi itu seperti kami sedang bermain game whack-a-mole, setiap kali kami mencekal satu, yang lain akan muncul, atau tiga lagi akan muncul," katanya.
Baca juga: Yuk Intip 5 Langkah Mudah untuk Menjadi Kaya Dalam 5 Tahun
Menurutnya, masalah seperti itu mungkin terjadi ketika merek-merek besar bergabung dengan terburu-buru menuju metaverse atau Web3. Coca-Cola dan merek mewah Gucci termasuk di antara perusahaan yang telah menjual NFT.
Sementara Cent, dengan 150 ribu pengguna dan pendapatan jutaan dolar AS adalah platform NFT yang relatif kecil. Meski demikian, Hejazi mengatakan masalah konten palsu dan ilegal ada di seluruh industri.
"Saya pikir ini adalah masalah yang cukup mendasar dengan Web3," katanya.
Pasar NFT terbesar, OpenSea yang bernilai 13,3 miliar dolar AS setelah putaran terakhir pendanaan ventura juga mengamini. OpenSea mengatakan bulan lalu lebih dari 80 persen NFT yang dicetak secara gratis di platformnya adalah karya yang dijiplak, koleksi palsu, dan spam.
OpenSea mencoba membatasi jumlah NFT yang dapat dicetak pengguna secara gratis. Tetapi kemudian keputusan tersebut dibatalkan menyusul reaksi negatif dari pengguna.
Menurut akun Twitter perusahaan, mereka sedang mencari sejumlah solusi untuk mencegah oknum tidak bertanggung jawab sambil terus mendukung kreator. Mereka juga menegaskan tidak menolelir plagiasi.
"Ini bertentangan dengan kebijakan kami untuk menjual NFT menggunakan konten yang dijiplak," kata juru bicara OpenSea.
Cent sendiri berkomitmen dan lebih tertarik untuk melindungi pembuat konten. Salah satu caranya memperkenalkan kontrol terpusat sebagai tindakan jangka pendek untuk membuka kembali pasar.
Cent juga tetap mengeksplorasi solusi terdesentralisasi. Meski setelah penjualan NFT Dorsey, Cent mulai memahami yang terjadi di pasar NFT hanya sekedar mengejar uang.