REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harga minyak dunia menyentuh angka 104,8 dolar AS per barel pada Kamis (24/2/2022) pukul 20.00. Kenaikan harga minyak yang terjadi sejak awal tahun 2022 berpengaruh pada acuan Indonesian Crude Price (ICP).
ICP Januari yang dibanderol 85 dolar AS per barel menghimpit kondisi PT Pertamina (Persero) sebagai produsen BBM untuk masyarakat. VP Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman tak menampik tingginya harga minyak membuat kondisi keuangan Pertamina, khususnya di sisi hilir makin terhimpit. Apalagi, untuk menaikan harga jual BBM Pertamina harus menunggu restu pemerintah.
"Dinamika kenaikan harga minyak dunia pastinya memberikan tekanan pada kinerja keuangan hilir perusahaan," ujar Fajriyah kepada Republika.co.id, Kamis (24/2/2022).
Fajriyah juga menjelaskan saat ini posisi Pertamina melakukan kordinasi dengan pemerintah terkait evaluasi harga jual BBM, khususnya BBM non subsidi.
"Pertamina terus melakukan kajian dan evaluasi serta berkoordinasi dengan seluruh stakeholder terkait rencana penyesuaian harga jual eceran BBM Non Subsidi. Pertamina akan comply dengan regulasi Kepmen ESDM No 62 Tahun 2020," ujar Fajriyah.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro menilai jika pemerintah tidak segera merespon kondisi ini maka Pertamina berpotensi merugi.
Khususnya dalam penjualan BBM non subsidi, Komaidi berhitung pertamina berpotensi merugi Rp 37 triliun hingga Rp 97 triliun. Pertamina membanderol harga jual Pertalite sebesar Rp 7.650 per liter. Padahal, saat ini harga keekonomian Pertalite mecapai Rp 10.650.
"Dibandingkan badan usaha lain yang menjual RON 90 lainnya dibanderol Rp 9.500 per liter. Potensi kerugian ini dihitung dari perbandingan nilai penjualan dengan badan usaha lain," ujar Komaidi.
Tak hanya Pertalite. Dalam menjual RON 92 atau Pertamax, Pertamina juga menelan kerugian. Tercatat, saat ini RON 92 dibanderol oleh Pertamina sebesar Rp 9.000 per liter.
"Padahal, badan usaha lain saat ini membanderol RON 92 sebesar Rp 11.900 hingga Rp 13.000 per liter," ujar Komaidi.