REPUBLIKA.CO.ID,- Tema tauhid yang kuat dalam suratAal Ikhlas mengindikasikan petunjuk tentang jalan meraih keikhlasan.
Tidak cukup dengan berkata, seumpama, Saya ikhlas beramal ini atau itu. Seseorang harus pertama-tama mengenal Allah SWT. Sebab, hanya untuk mendapatkan ridha-Nyaitulah tujuan hakiki semua amalan.
Biasanya, yang merusak keikhlasan adalah pamrih duniawi. Lebih buruk lagi, seseorang beramal dengan tujuan ingin dilihat dan dipuji manusia. Inilah riya, salah satu bentuk syirik kecil yang dikhawatirkan Rasulullah SAW tatkala umatnya beribadah.
Untuk melawan timbulnya rasa pamrih, tanamkan mindset dalam diri bahwa akhirat selalu lebih utama daripada dunia.
Allah SWT menegaskan keutamaan itu. Dan kehidupan dunia ini hanya senda-gurau dan permainan.
وَمَا هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ ۚ وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ ۚ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
"Dan sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, sekiranya mereka mengetahui (QS Al Ankabut ayat 64).
Jangan sampai sesudah mati, penyesalan akhirnya datang. Tatkala ditimbang pada hari akhir, amal ibadah ternyata tiada bobotnya karena diniatkan bukan untuk ridha Allah Ta'ala.
Setiap Muslim hendaknya memiliki pola pikir (mindset) tauhid. Keyakinannya mantap bahwa diri hanyalah hamba, sedangkan Allah SWT adalah satu-satunya pemilik. Visinya tentang dunia tidak lepas dari penghambaan kepada-Nya.
Mindset itu akan lebih mudah tertanam bila hati dan pikiran selalu mengingat Allah. Hakikat dzikrullah bukan hanya menyebut nama Allah, melainkan juga diikuti dengan keimanan dan amal saleh.
Orang yang rajin berdzikir akan menyadari, Allah selalu hadir dan mengawasi semua perbuatannya, lahir maupun batin. Dengan begitu, ia akan terus menjaga niat amalannya agar tetap murni Lillahi Ta'ala.
Ikhlas terletak di hati. Namun, entitas ini dapat berubah dalam sekejap. Misalnya, akibat pengaruh lingkungan atau pergaulan. Seseorang boleh jadi bersemangat dalam mengerjakan amal kebajikan pada pagi hari. Menjelang sore, dirinya lalai sehingga ikut berbuat dosa.
عَنْ أَبِيْ ذَرٍّ جُنْدُبِ بنِ جُنَادَةَ وَأَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ مُعَاذِ بِنِ جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنْ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: (اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ)
Dari Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu ‘Abdirrahman Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhuma, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda: ”Bertakwalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di manapun engkau berada. Iringilah kejelekan itu dengan kebaikan niscaya kebaikan itu akan menghapusnya (kejelekan). Dan pergaulilah manusia dengan pergaulan yang baik.”
Amal kebaikan pun hendaknya tidak ditunda-tunda. Ketika hati merasa terpanggil untuk tulus beribadah, maka lakukanlah segera. Pesan Nabi SAW, Perlahanlahan dalam segala sesuatu itu baik kecuali dalam perbuatan yang berkenaan dengan akhirat.