Sepanjang Juli 1914, atau beberapa hari setelah pembunuhan Archduke Franz Ferdinand dari Kekaisaran Austro-Hongaria di Sarajevo, Niki dan Willi aktif berkorespondensi dalam Bahasa Inggris.
Niki adalah panggilan untuk Tsar Nicholas II, penguasa Kekaisaran Rusia. Willi adalah panggilan akrab Kaisar Wilhelm II dari Jerman. Keduanya adalah sepupu dan musuh dalam selimut.
Sebagai dua dari empat kekuatan besar Eropa saat itu, Jerman dan Rusia punya agenda geopolitik masing-masing. Niki tahu siapa sekutu Jerman di Eropa. Willi juga tahu siapa sekutu Rusia di Eropa Timur.
Niki gagal meyakinkan Willi agar kasus pembunuhan Franz Ferdinand diselesaikan menurut hukum yang tepat. Willi tidak melakukan apa-apa untuk mencegah Franz Joseph I, kaisar Austro-Hongaria, mendeklarasikan perang terhadap Kerajaan Serbia.
Aliansi dua kekuaan Eropa segera terbentuk, Rusia, Inggris, dan Prancis, di satu pihak, dan Jerman, Austro-Hongaria, dan Kesultanan Utsmaniyah di pihak lain.
Proyek Negara Ukraina
Tahun 2000, sejarawan Austria Elisabeth Heresch meluncurkan buku Geheimakte Parvus – Die Gekaufte Revolution (File Rahasia Parvus – Revolusi yang Dibeli) yang mencengangkan dunia.
Heresch, yang meneliti arsip Jerman dan Austro-Hongaria, bercerita tentang dua hal. Pertama, agenda politik Asturo-Hongaria dan Jerman terhadap Kekaisaran Rusia. Kedua, file rahasia Israel Lazarevich Helphand — Yahudi kelahiran Minks yang membiayai semua perubahan politik di Eropa selama Perang Dunia I.
Dr Karin Kneissi, mantan Menlu Austria dan penulis buku Diplomacy Makes History – The Art of Dialogue in Uncertain Times, menulis di Russia Today bahwa agenda tetap Kementerian Luar Negeri Austro-Hongaria dan Kekaisaran Jerman terhadap Rusia adalah perubahan kekuasaan di St Petersbrug — ibu kota Kekaisaran Rusia saat itu.
Agenda ini telah lama dijalankan sehubungan persaingan tradisional Austro-Hongaria dan Jerman dengan Rusia di Balkan. Tsar Nicholas II nyaris tidak menyadari hal ini, dan Kaisar Wilhem II dari Jerman piawai menyembunyikan pandangan politiknya.
Heresch menggambarkan intrik diplomasi Eropa pada awal abad ke-20 bertujuan menghentikan Rusia melalui anarki dan menjatuhkan negara dan rakyatnya. Beberapa pekan setelah Austro-Hongaria membuka Perang Dunia I, diplomat Wina Alexander Hoyos menulis; Hanya kerusuhan internal yang menggoyahkan raksasa Rusia.”
Hoyos seolah sedang menasehati negaranya, juga Kekaisaran Jerman, tentang apa yang harus dilakukan untuk menjatuhkan Rusia, yaitu memicu kerusuhan yang meluas dengan cepat. Politisi Austria menawarkan emigran politik di Austria untuk pergi ke Rusia dengan paspor palsu dan sejumlah uang. Di Rusia, para emigran melakukan propaganda revolusioner.
Pada saat sama Wina dan Laussane mempromosikan pemisahan Ukraina melalui publikasi harian berbahasa Jerman Der Bund. Kalimat kunci dalam promosi ini berbunyi; “ .bebaskan orang Ukraina dari jepitan Rusia sekali dan untuk selamanya.”
Perjalanan Rahasia Lenin
Rusia di awal 1917 adalah negara dengan kerusuhan di semua sudutnya. Di St Petersbrug, Menshevik — satu dari tiga faksi dominan dalam gerakan sosialis Rusia — menggelar Revolusi Februari yang menggulingkan Tsar Nicholas II.
Perkembangan ini tak menyenangkan Jerman dan Austro-Hongaria. Sebeb, Menshevik bukan bentukan mereka. Bentukan Jerman dan Austro-Hongaria, yang dibiayai Israel Lazarevich Helphand — belakangan dikenal dengan nama Alexander Parvus.
Pada 3 April 1917, Jerman dan Austro-Hongaria — atas restu Alexander Parvus — melepas Vladimir Lenin dari pengasingannya di Jenewa untuk melakukan perjalanan ke Petrograd, kini St Petersburg, dengan kereta tertutup.
Lenin tiba di Petrograd pada akhir April 1917, dan segera memegang kendali Partai Bolshevik. Erich Ludendorff, seorang jenderal Jerman, menulis di buku hariannya pada tahun 1977; “Lenin berhasil masuk ke Rusia. Rencana ini berjalan sesuai yang kami inginkan.”
Tak butuh waktu lama bagi Jerman dan Austro-Hongaria untuk kecewa kali kedua. Lenin membawa Bolshevik ke arah lebih radikal, yang membuat gagasan melepas Ukraina dari pengaruh Rusia nyaris tak mungkin.
Di Kiev, nasionalis Ukraina merespon perkembangan ini dengan memproklamirkan Republik Rakyat Ukraina di penghujung 1917. Setelah itu, Ukraina menjadi medan perang. Ukraina menyebutnya Perang Kemerdekaan Ukraina. Rusia mengatakan itu Perang Saudara Rusia.
Pertempuran berlangsung di semua unit militer; angkatan darat, angkatan laut, angkatan udara, dan kepolisian, berdasarkan keyakinan politik dan etnis individu. Tahun 1922, kelompok Komunis Ukraina dan Rusia mendeklarasikan berdirinya Uni Republik Sosialis Soviet (USSR) atau Uni Soviet.
Cita-cita nasionalis Ukraina lepas dari kuk Rusia tidak jadi kenyataan. Jauh dari Kiev, Kekaisaran Austro-Hongaria — yang bersama Jerman menggagas proyek negara Ukraina — bubar dan terpecah menjadi banyak negara.
Tiga dekade kemudian, Jerman — yang saat itu dikuasai Partai Nazi — mengobarkan Perang Dunia II dan coba melanjutkan proyek negara Ukraina. Sekali lagi upaya itu gagal.
Tahun 1990, Ukraina — bersama Rusia dan Belarusia — mengakhiri imperium Uni Soviet. Ukraina menjadi negara merdeka kali kedua dalam seratus tahun. Namun ketika Rusia kembali menjadi negara kuat, Ukraina kesulitan lepas dari pengaruh Moskwa.
Rusia tidak mungkin melepas Ukraina karena peradaban Bangsa Rus lahir di Kiev.