Rabu 02 Mar 2022 16:09 WIB

Harga Sapi Bakalan Australia Terus Melonjak, Gapuspindo: Sudah tak Masuk Akal

Importasi sapi bakalan Indonesia hanya bersumber dari Australia.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Hewan ternak asal Australia saat berada di sebuah peternakan penggemukan sapi di Jakarta, Indonesia (ilustrasi). Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong (Gapuspindo) menyampaikan terjadi kenaikan signifikan harga sapi hidup Australia sejak awal tahun ini.
Foto: ABC
Hewan ternak asal Australia saat berada di sebuah peternakan penggemukan sapi di Jakarta, Indonesia (ilustrasi). Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong (Gapuspindo) menyampaikan terjadi kenaikan signifikan harga sapi hidup Australia sejak awal tahun ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong (Gapuspindo) menyampaikan terjadi kenaikan signifikan harga sapi hidup Australia sejak awal tahun ini. Situasi itu mau tak mau berdampak pada harga sapi bakalan yang diimpor dan digemukkan di Indonesia untuk memenuhi pasar domestik.  

Direktur Eksekutif Gapuspindo, Joni P Liano, menuturkan, harga sapi hidup di Australia per November 2021 sudah sekitar 3,9 dolar AS per kilogram (kg). Harga kemudian naik menjadi 4,2 dolar AS pada Januari. Memasuki Maret ini, harga sapi dari Australia naik lagi menjadi 4,45 dolar AS.

Baca Juga

"Kenaikan itu sudah tidak masuk akal lagi di bisnis ini. Harga ini naiknya tidak tanggung-tanggung," kata Joni kepada Republika.co.id, Rabu (2/3/2022).

Ia menjelaskan, importasi sapi bakalan Indonesia hanya bersumber dari Australia. Karena itu, Indonesia sangat tergantung dengan faktor eksternal.

Di saat yang bersamaan, industri peternakan sapi Negeri Kanguru itu sedang mengatasi ekspor sapi ke sejumlah negara, termasuk Indonesia akibat sedang dalam pemulihan populasi sapi. Seiring pembatasan ekspor tersebut, kenaikan harga terjadi dan terasa hingga ke Indonesia.

"Artinya apa? Kalau memang kita masih melakukan impor dari negara lain, tentu akan cepat terpengaruh dari kondisi perdagangan dunia," katanya.

Joni melanjutkan, setelah sapi bakalan impor tiba di Indonesia, biaya penggemukan sapi oleh perusahaan feedlooter turut mengalami kenaikan. Terutama ketika Covid-19 merebak yang berdampak pada meningkatnya biaya logistik.

Adapun, waktu penggemukan sapi rata-rata sekitar 2,5 bulan. Dengan kata lain, sapi hidup impor dari Australia yang masuk ke pasar pada bulan Januari-Februari lalu, merupakan pasokan sapi bakalan yang masuk sekitar bulan November. Diketahui, kenaikan harga sapi di dalam negeri mulai terjadi sejak bulan lalu.

Joni mengatakan, melihat besarnya ketergantungan Indonesia terhadap Australia, pihaknya telah menyarankan kepada pemerintah untuk membuka pintu impor sapi bakalan dari negara lain. Seperti Brasil, yang saat ini memiliki populasi sapi hingga 250 juta ekor.

Meski jarak cukup jauh, Joni menilai, selama harga jual masih dapat kompetitif, peluang selalu terbuka. "Kenapa tidak? ini kan bisnis. Kita juga sudah terlalu lama menjadikan Australia sebagai penyuplai tunggal," katanya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement