Rabu 09 Mar 2022 17:06 WIB

KIAA I Tahun 1965: Melawan Imperialisme, Mempersatukan Umat Islam Asia dan Afrika

Indonesia memegang peranan penting dalam KIAA I.

Gedung Merdeka, gedung bersejarah tempat berlangsungnya Konferensi Asia Afrika (KAA), di Jalan Asia Afrika, Kota Bandung. KIAA I Tahun 1965: Melawan Imperialisme, Mempersatukan Umat Islam Asia dan Afrika
Foto: Republika/Edi Yusuf
Gedung Merdeka, gedung bersejarah tempat berlangsungnya Konferensi Asia Afrika (KAA), di Jalan Asia Afrika, Kota Bandung. KIAA I Tahun 1965: Melawan Imperialisme, Mempersatukan Umat Islam Asia dan Afrika

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Azhar Rasyid, Penilik sejarah Islam

Sebagaimana banyak diketahui orang, ada banyak kejadian besar di Indonesia pada tahun 1965. Yang paling penting tentunya peristiwa percobaan kudeta yang dilakukan oleh kaum komunis, yang memuncak pada akhir September 1965. Yang lainnya mencakup berbagai aksi demonstrasi anti-komunis serta operasi penangkapan para pelaku penculikan dan pembunuhan para jenderal TNI AD.

Baca Juga

Tapi, sebenarnya ada peristiwa besar lain yang berlangsung di Indonesia, tapi tidak banyak diketahui orang: Konferensi Islam Asia Afrika (KIAA) I yang diadakan di Bandung tanggal 6-14 Maret 1965. Peristiwa ini berskala global dan menarik minat masyarakat, tidak hanya di Indonesia tapi juga di luar negeri.

Konferensi Pendahuluan, yang menjadi acara pembuka KIAA I, diadakan di Markas Besar Ganefo di Senayan, Jakarta, pada tanggal 6-14 Juni 1964. Ada sejumlah negara yang hadir dalam Konferensi Pendahuluan, yakni Indonesia, Irak, Nigeria, Pakistan, Filipina, Arab Saudi, Thailand, dan Republik Persatuan Arab.

Awalnya, KIAA I akan dibuka pada 10 Februari 1965, namun ditunda tanpa alasan yang jelas. Baru sebulan kemudian konferensi ini terwujud.

Acaranya dipusatkan di Gedung Merdeka, Bandung, yang sepuluh tahun sebelumnya dipakai sebagai tempat untuk acara bersejarah lainnya, Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika. Ada 33 negara peserta plus empat negara peninjau yang mengirimkan utusannya ke KIAA I. Dari Indonesia hadir perwakilan berbagai organisasi Islam, mulai dari KH A Badawi & Prof KH Farid Ma’ruf (Muhammadiyah), KH Idham Chalid & HA Sjaichu (NU), KH Siradjuddin Abbas (PERTI), Arudji Kartawinata & Harsono Tjokroaminoto (PSII), Wartomo & Agus Sadono (GASBIINDO), dan H Zainuddin Dja’far (Al-Washliyah).

 

sumber : Suara Muhammadiyah
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement