Jumat 11 Mar 2022 17:53 WIB

MUI Bolehkan Sholat Jumat, Tarawih, dan Idul Fitri dengan Shaf Rapat

Sholat shaf rapat diizinkan seiring adanya pelonggaran aturan pencegahan Covid-19.

Red: Ani Nursalikah
Jemaah mendengarkan khutbah saat ibadah Sholat Jumat di Masjid Raya Bandung, Jalan Dalem Kaum, Kota Bandung, Jumat (11/3/2022). Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengajak umat Islam di seluruh Indonesia kembali merapatkan shaf saat shalat berjamaah, karena dinilai sudah relatif aman seiring kasus terkonfirmasi positif Covid-19 yang terus menunjukkan tren penurunan. Meski demikian, hingga saat ini Masjid Raya Bandung masih tetap menerapkan jarak antar shaf. MUI Bolehkan Sholat Jumat, Tarawih dan Idul Fitri dengan Shaf Rapat
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Jemaah mendengarkan khutbah saat ibadah Sholat Jumat di Masjid Raya Bandung, Jalan Dalem Kaum, Kota Bandung, Jumat (11/3/2022). Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengajak umat Islam di seluruh Indonesia kembali merapatkan shaf saat shalat berjamaah, karena dinilai sudah relatif aman seiring kasus terkonfirmasi positif Covid-19 yang terus menunjukkan tren penurunan. Meski demikian, hingga saat ini Masjid Raya Bandung masih tetap menerapkan jarak antar shaf. MUI Bolehkan Sholat Jumat, Tarawih dan Idul Fitri dengan Shaf Rapat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) memperbolehkan sholat Jumat, Tarawih, dan Idul Fitri dengan shaf rapat yang dituangkan dalam Surat Bayan (Penjelasan) Dewan Pimpinan MUI tentang Fatwa terkait Pelaksanaan Ibadah dalam Masa Pandemi.

"Umat Islam wajib menyelenggarakan sholat Jumat dan boleh menyelenggarakan aktivitas ibadah yang melibatkan orang banyak, seperti jamaah sholat lima waktu/rawatib, sholat Tarawih dan Id di masjid atau tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan majelis taklim dengan tetap menjaga diri agar tidak terpapar Covid-19," demikian surat Bayan yang ditandatangani Ketua Komisi Fatwa Asrorun Niam dan Sekjen MUI Amirsyah Tambunan yang diterima di Jakarta, Jumat (11/3).

Baca Juga

Surat Keputusan Nomor: Kep-28/DP-MUI/III/2022 menjelaskan MUI sebelumnya telah menerbitkan tiga fatwa terkait panduan ibadah. Pertama, fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Wabah Covid-19. Kedua, Fatwa MUI Nomor 28 Tahun 2020 tentang Panduan Kaifiat Takbir dan Sholat Idul Fitri Saat Pandemi Covid-19.

Terakhir, Fatwa MUI Nomor 31 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sholat Jumat dan Jamaah untuk Mencegah Penularan Wabah Covid-19. MUI menyampaikan fatwa yang diterbitkan pada 2020 itu memang membolehkan umat Islam sholat berjamaah di masjid dengan shaf renggang.

Kemudian, MUI memperbolehkan sholat Jumat di rumah dengan mempertimbangkan hajah syariyyah (kondisi darurat). Kini dalam surat Bayan tersebut disebutkan umat Islam boleh menyelenggarakan aktivitas ibadah yang melibatkan orang banyak seiring dengan adanya pelonggaran aturan pencegahan Covid-19.

MUI menilai status hajah syariyyah yang menyebabkan adanya rukhshah (hukum yang meringankan) sudah hilang karena didasarkan pada kebijakan pemerintah. "Dengan demikian, pelaksanaan sholat jamaah dilaksanakan dengan kembali ke hukum asal (azimah), yaitu dengan merapatkan dan meluruskan shaf (barisan)," kata dia.

Di sisi lain, MUI mengimbau umat Islam semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan memperbanyak ibadah, taubat, istighfar, zikir, memperbanyak shalawat, sedekah, serta doa. MUI juga mendorong umat Islam menyiapkan diri lahir dan batin menyambut bulan suci Ramadhan.

"Pengajian dan aktivitas keagamaan lain yang biasa dilakukan di bulan Ramadhan seperti sholat Tarawih, tadarus Alquran, qiyamul lail, ifthar jamai dapat dilakukan dengan tetap disiplin menjaga kesehatan," demikian bunyi Bayan tersebut.

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
۞ وَاِنْ كُنْتُمْ عَلٰى سَفَرٍ وَّلَمْ تَجِدُوْا كَاتِبًا فَرِهٰنٌ مَّقْبُوْضَةٌ ۗفَاِنْ اَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِى اؤْتُمِنَ اَمَانَتَهٗ وَلْيَتَّقِ اللّٰهَ رَبَّهٗ ۗ وَلَا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَۗ وَمَنْ يَّكْتُمْهَا فَاِنَّهٗٓ اٰثِمٌ قَلْبُهٗ ۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ عَلِيْمٌ ࣖ
Dan jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapatkan seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang. Tetapi, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya. Dan janganlah kamu menyembunyikan kesaksian, karena barangsiapa menyembunyikannya, sungguh, hatinya kotor (berdosa). Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

(QS. Al-Baqarah ayat 283)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement