REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh mengomentari label halal yang didasarkan kepada Keputusan Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Nomor 40 Tahun 2022 tentang Penetapan Label Halal.
Kiai Asrorun mengatakan, MUI melihat soal logo halal secara proporsional. Memang terkait dengan tugas pokok, fungsi, dan kewenangan sudah sesuai dengan undang-undang (UU). Namun, label halal sebagai kebijakan publik, tentu idealnya menyerap aspirasi publik yang hidup di tengah masyarakat.
"Tentu idealnya dengan mempertimbangkan aspek filosofis, yuridis, historis dan sosiologis," kata Kiai Asrorun saat konferensi pers silaturahim MUI dan BPJPH di kantor pusat MUI, Jumat (18/3).
Ia mengatakan, penetapan label halal itu termasuk di dalamnya bagian dari mata rantai yang tidak terpisahkan dari proses sertifikasi halal. Memang idealnya ada diskusi publik, khususnya kepada pemangku kepentingan. Seperti di antaranya para pelaku pegiat halal, seniman, dan ahli-ahli di bidangnya.
Ia menyampaikan, ke depan MUI berharap ada proses diskusi mendalam terkait hal-hal yang menyangkut kebijakan publik. Diskusi sebaiknya melibatkan lembaga keagaman jika yang dibahas terkait masalah keagamaan, seperti yang biasa dilakukan.
Ia mencontohkan, misalnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mendiskusikan soal vaksin karena terkait dengan kehalalan. "Mereka (Kemenkes) berbicara dengan lembaga keagamaan (terkait vaksin), saya kira hal-hal seperti ini perlu kita tingkatkan di dalam bentuk komunikasi secara lebih intensif," ujar Kiai Asrorun.