REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR--Sebanyak 24 kabupaten dan kota di Sulawesi Selatan menjadi lokus penanganan kekerdilan dengan target 292.245 orang. Penanganan kekerdilan menargetkan kalangan remaja calon ibu, ibu hamil, dan ibu yang memiliki bayi di bawah usia dua tahun (Baduta).
Kepala Perwakilan Balai Kependudukan dan Keluarga Berencana Provinsi Sulawesi Selatan Andi Ritamariani mengatakan di 24 kabupaten dan kota tersebut dilakukan upaya penanggulangan kekerdilan secara intensif. Yakni, melalui kegiatan sosialisasi 1.000 Hari Pertama Kelahiran (HPK).
"Untuk tahun 2021 terdapat 17 kabupaten di Sulsel yang menjadi lokus stunting (kekerdilan) dan telah dilakukan intervensi melalui sosialisasi pengasuhan 1.000 HPK tahun 2022 dinaikkan menjadi 24 kabupaten/kota," katanya dalam keterangan pers di Makassar, Senin (22/3/2022).
Dalam upaya melakukan sinkronisasi pembangunan kependudukan, lanjut dia, diharapkan setiap kabupaten/kota memiliki Grand Desain Pembangunan Kependudukan (GDPK). Sampai dengan saat ini dari masih terdapat satu kabupaten/kota yang belum merampungkan penyusunan GDPK, yaitu Kabupaten Bantaeng.
"Saat ini sudah dilakukan bimbingan teknis penyusunan GDPK di Kabupaten Bantaeng," katanya.
Hingga 2021 di Sulsel telah dicanangkan 646 Kampung KB, 214 di antaranya telah memiliki Rumah Data Kependudukan. Selain itu, untuk menunjang pembangunan yang berwawasan kependudukan juga telah dibentuk Sekolah Siaga Kependudukan dan Pojok Kependudukan di 24 kabupaten/kota.
Dari aspek ketenagaan, jumlah penyuluh keluarga berencana di Sulsel sudah memenuhi standar minimal rasio terhadap jumlah desa sebesar 1:2 akan tetapi persebaran belum merata. Hingga saat ini masih terdapat beberapa kabupaten/kota yang rasiodi atas 1:5, seperti Kabupaten Toraja dengan rasio satu PKB/PLKB membina sampai 11 desa, sedangkan di Bone, Enrekang, Luwu, dan Toraja Utara satu PKB/PLKB membina lima desa.