REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian meminta pengusaha perkebunan kelapa sawit dapat lebih peduli dengan kondisi masyarakat yang mengalami kelangkaan minyak goreng.
Sekretaris Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Heru Tri Widarto mengatakan Keputusan Menteri Pertanian nomor 251/KPTS/OT.050/M/3/2022 Ditjen Perkebunan masuk dalam Tim Pengawalan dan Monitoring Ketersediaan dan Harga Bahan Pangan Pokok menghadapi Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) di empat provinsi yaitu Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.
“Pada saat merintis perkebunan kelapa sawit dahulu kala, banyak program pemerintah yang memberikan kemudahan kepada perusahaan perkebunan melalui Perusahaan Besar Swasta Nasional (PBSN), sehingga sekarang sudah waktunya perusahaan perkebunan juga berperan aktif dan berkontribusi dalam penyediaan minyak goreng saat ini,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (22/3/2022).
Menurutnya khusus minyak goreng dan gula konsumsi yang merupakan komoditas perkebunan, pihaknya mendapat tugas untuk melakukan pengawalan dan monitoring ketersediaan dan harga setiap provinsi.
“Pak Dirjen sudah memerintahkan kami untuk membantu ketersediaan minyak goreng dan gula konsumsi. Kita sudah alokasikan anggaran untuk penyediaan minyak goreng 100.000 liter dan gula konsumsi 100.000 kilogram yang akan dialokasikan masyarakat kurang mampu. Kita minta mitra kita yaitu perusahaan kelapa sawit yang punya produksi minyak goreng dan pabrik gula mengalokasikan produknya untuk memenuhi kebutuhan ini,” katanya.
“Kita minta mereka lebih peduli pada program kita. Kita penanggung jawab pembinaan tingkat hulu yaitu kebun sampai CPO sawit sedang gula mulai dari tebu sampai jadi gula,” ucapnya.
Pihaknya meminta tanggung jawab sosial perusahaan yaitu memperhatikan masyarakat yang membutuhkan. Pada setiap direktorat akan mendapat penugasan memantau minyak goreng dan gula pasir beberapa provinsi.
Jika ada kelangkaan maka segera berkoordinasi dengan mitra perusahaan perkebunan kelapa sawit terintegrasi dan PG untuk mengisi. Sedangkan masalah kenaikan harga koordinasi dengan Kementerian Perdagangan dan Satuan Tugas Pangan untuk melakukan operasi pasar.
Dari sisi kewenangan, Kementerian Pertanian tidak sampai ke minyak goreng. Hanya hubungan baik dengan mitra perusahaan perkebunan yang punya bisnis sampai ke hilir diharapkan mereka bisa bantu menyediakan 100 ribu liter yang dialokasikan oleh Kementerian Pertanian.“Saat ini yang dibutuhkan masyarakat adalah barangnya ada bukan gratisan. Jangan sudah mahal tidak ada lagi. Karena itu Ditjenbun minta perusahaan perkebunan yang punya industri migor mau mengeluarkan barangnya, juga memasok CPO pada pabrik migor yang tidak punya kebun,” ucapnya.
Dari sisi CPO persediaannya melimpah, sama sekali tidak ada masalah. CPO juga tidak mungkin disembunyikan karena cepat rusak. Petani juga masih memanen TBSnya dan tidak ada yang dibiarkan busuk di kebun.
Gejolak petani kelapa sawit juga tidak ada. Pada awal-awal kebijakan DMO dan DPO diterapkan PKS menyikapinya dengan seolah-olah harga CPO mereka semuanya dihargai Rp9.300 per kilogram, sehingga harga TBS petani harganya turun.“Waktu itu saya langsung membuat surat kepada dinas-dinas perkebunan untuk memberikan sanksi pada PKS yang menurunkan harga pembelian TBS. DMO dan DPO yang hanya 20 persen bukan jadi alasan untuk menurunkan harga TBS,” ucapnya.
Setelah surat itu beredar maka PKS kembali membeli harga TBS sesuai dengan penetapan harga atau harga CPO internasional. Petani tenang kembali dan mengurus kebunnya.“Kewenangan kita dalam perizinan dari kebun sampai menjadi CPO. Dan sampai titik ini sama sekali tidak ada masalah. Masalah terjadi dari pengolahan CPO menjadi minyak goreng dan distribusinya dan itu sudah menjadi kewenangan Kementerian lain,” kata Heru.
Kementerian Perdagangan sebagai instansi yang mengeluarkan aturan DMO dan DPO juga sudah punya aturan yang tegas beserta sanksi-sanksinya. Saat ini sesuai dengan UU otonomi daerah kewenangan perizinan perkebunan ada pada bupati/walikota untuk perkebunan dalam satu kabupaten/kota dan gubernur bila lintas kabupaten/kota. Izin yang dikeluarkan oleh kepala daerah berpedoman pada aturan yang sudah dibuat Kementerian Pertanian/Ditjen Perkebunan.