REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Presiden China Xi Jinping telah melakukan sejumlah pembicaraan dengan para pemimpin negara, termasuk Presiden Rusia Vladimir Putin, sejak invasi Rusia di Ukraina. Tapi hingga saat ini, dia belum melakukan pembicaraan diplomatik dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy.
Xi telah berbicara dengan setidaknya delapan pemimpin dunia sejak Rusia menggelar operasi militer khusus di Ukraina. Dalam setiap pembicaraan, Xi menekankan preferensi Beijing untuk berdialog daripada perang dan sanksi.
Xi juga telah mendorong Rusia untuk bergerak menuju negosiasi. Termasuk menawarkan kerja sama dengan Prancis dan Jerman untuk mempromosikan negosiasi antara Rusia dan Ukraina. Bahkan dalam pertemuan dengan Presiden AS Joe Biden, Xi mengatakan, China mendukung perdamaian
Dalam konferensi pers pada Rabu (23/3/2022), juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin ditanya mengenai alasan Xi tidak berbicara dengan Zelenskyy. Wang mengatakan, China memiliki komunikasi yang lancar tentang masalah Ukraina.
“China mendukung semua pihak untuk menegakkan konsep keamanan yang tidak dapat dibagi-bagi,” kata Wang, dilansir Bloomberg, Kamis (24/3/2022).
Xi mungkin enggan untuk berbicara dengan Zelenskyy, setelah China dan Rusia menyatakan kemitraan tanpa batas pada 4 Februari. Sejauh ini tujuh negara yang telah berbicara dengan presiden Ukraina, menjatuhkan sanksi kepada Rusia.
Zelenskyy telah berpidato di setidaknya 10 legislatif nasional selama sebulan terakhir, untuk mencari dukungan. Pada Rabu, Zelenskyy berpidato secara virtual di hadapan parlemen Jepang.
Sementara utusan utama China-AS mengklaim bahwa, Beijing memiliki hubungan erat dengan Rusia dan Ukraina. Keheningan antara Xi dan Zelenskiy menimbulkan pertanyaan atas komitmen China untuk mediasi.
"China dapat menyarankan Rusia untuk mencoba mengakhiri konflik dengan cara yang bermartabat, untuk menghindari hal terakhir yang diinginkan Beijing yaitu runtuhnya rezim Putin dan munculnya pemerintah pro-Barat,” kata seorang profesor yang mengkhususkan diri pada dalam keamanan internasional di Universitas Nasional Taiwan, Chen Shih-Min.
Xi dan Putin mengadakan panggilan telepon beberapa hari setelah Rusia melancarkan invasi pada 24 Februari. Sejauh ini pemimpin China tidak mengutuk agresi militer Moskow ke Kiev.
“Pihak China mendukung pihak Rusia dalam menyelesaikan masalah melalui negosiasi,” kata Xi, menurut kantor berita resmi Xinhua.
Beijing tetap menghormati hak kedaulatan Ukraina. Namun Beijing menolak perintah pengadilan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) agar Moskow segera menangguhkan operasi militernya. Termasuk menolak bergabung Amerika Serikat (AS), dan sekutunya untuk menjatuhkan sanksi kepada Rusia.
Situasi tersebut membuat diplomat China mempunyai posisi yang sulit. Duta besar China untuk Ukraina pekan lalu meyakinkan pejabat lokal bahwa, China adalah negara sahabat yang tidak akan pernah menyerang Ukraina.
Pada 1 Maret, Menteri Luar Negeri China, Wang Yi mengatakan kepada menteri luar negeri Ukraina bahwa Beijing sangat prihatin dengan perang. Wang secara terpisah mengatakan bahwa, China akan melakukan mediasi bila diperlukan dan menguraikan rencana enam poin untuk memberikan bantuan kemanusiaan.
Kementerian Luar Negeri China berjanji memberikan bantuan senilai 1,6 juta dolar AS dalam bentuk makanan, susu formula, kantong tidur, selimut dan tikar anti lembab. Namun bantuan itu tidak diterima dengan baik di Ukraina.