REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Dalam era globalisasi, tak sedikit masyarakat Muslim yang mengakulturasi budaya-budaya yang kian hari kian dianggap wajar. Namun demikian, tak sedikit pula dari keluarga Muslim yang masih memberlakukan budaya Islam, termasuk dalam menjaga kehormatan putrinya agar tidak sembarangan berbicara ataupun menampilkan bagian tubuhnya tertentu kepada orang-orang yang bukan muhrimnya.
Muhammad Bagir dalam buku Muamalah Menurut Alquran, Sunnah, dan Para Ulama menjelaskan, bahwa terdapat dua sikap yang cukup ‘ekstrem’ bagi umat Islam dalam menjalankan sebuah tradisi dan adat-istiadat mengenai anak perempuannya. Yakni ada yang terlalu bebas, dan ada pula yang cukup tertutup sampai-sampai dicukupkan saja bagi peminang untuk mengenal anaknya melalui foto atau melihatnya secara sepintas saja.
Sedangkan dalam memilih pasangan, umat Islam tentunya diperbolehkan untuk mengenal lebih jauh calon jodoh yang akan dinikahi. Agama Islam, kata Muhammad Bagir, memberikan kemudahan agar masing-masing calon suami-istri dapat saling mengenal dan mengetahui apa saja di antara sifat-sifat masing-masing demi kebahagiaan mereka jika kelak menjadi sepasang suami-istri.
Walaupun semua itu tentunya harus berlangsung melalui pengetahuan keluarga mereka dan di bawah pengawasan. Mayoritas ulama fikih berpendapat bahwa yang boleh dilihat dari perempuan yang akan dipinang hanya terbatas pada bagian-bagian yang tidak termasuk aurat. Yaitu wajah dan kedua tangannya saja, seperti dalam pergaulan sehari-hari.
Namun menurut Imam Malik dan Abu Hanifah—demikian pula Al-Muzani dari kalangan Madzhab Syafii—menyebut bahwa memperbolehkan melihat sebgaian dari tubuhnya di luar itu. Meskipun (sebaiknya) dengan izin atau sepengetahuan dari perempuan yang akan dipinang atau keluarganya, dan sepanjang niatnya memang benar-benar ingin meminang.
Maka dapatlah disimpulkan bahwa dengan mengingat tujuan utama dibolehkannya melihat calon istri, dan mengingat pula bahwa hadis-hadis Nabi mengenai ini tidak menentukan bagian-bagian mana yang boleh dilihat dan mana yang tidak boleh, maka yang lebih dapat diterima adalah dibolehkannya kepada bagian-bagian lain dari tubuh perempuan itu yang secara patut dan wajar—selain wajah dan kedua tangan—yang sekiranya dapat menambah keinginan untuk menikahi perempuan tersebut.
Misalnya, sebagian dari lengan dan kaki, leher, rambut, dan sebagainya. Yang mana itu biasanya tampak ketika perempuan itu berpakaian di rumahnya sendiri. Selanjutnya apabila telah melihat perempuan tersebut lalu ia tidak merasa tertarik kepadanya atau tidak cocok dengan seleranya, hendaklah dia tidak mengucapkan sesuatu yang menunjukkan ketidakcocokan itu sehingga tidak menyinggung perasaannya dan perasaan keluarganya. Sebab siapa tahu, sesuatu yang tidak disukainya itu justru menjadi kesukaan orang lain dan sebaliknya.
Sisi lahiriah dalam memilih jodoh
Meskipun yang paling utama dalam memilih pasangan adalah melihat bagaimana sikapnya terhadap agama, namun demikian Islam tidak mengesampingkan sifat-sifat lahiriah yang ada pada diri perempuan atau pun sebaliknya. Seperti kecantikan wajah, keserasian, kesuburan, dan kesehatan tubuhnya.
Misalnya dalam memilih pasangan, Rasulullah menganjurkan agar para laki-laki memilih perempuan yang subur. Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki bermaksud meminang seorang janda yang dikenal sebagai perempuan yang tidak subur, laki-laki itu datang kepada Rasulullah dan meminta pendapat.
Nabi pun menjawab, “Tazawwajuu al-waduda fa-inniy mukaatsirun bikumul-umama yaumal-qiyamah,”. Yang artinya, “Kawinilah perempuan yang penuh cinta kasih (al-wadud) dan yang subur (al-walud), sebab—pada hari kiamat—aku akan membanggakan banyaknya jumlah kalian di antara umat-umat yang lain,”.