REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Rektor Universitas Airlangga Bidang Internasionalisasi, Digitalisasi, dan Informasi, Muhammad Miftahussurur membantah anggapan bahwa penyakit maag adalah penyakit jangka panjang dan susah disembuhkan. Mifta mengatakan, maag bukanlah infeksi karena disebabkan oleh bakteri dan bisa disembuhkan selama ada perubahan gaya hidup.
Mifta mengatakan, dokter asal Australia sekaligus ilmuwan Barry J Marshall adalah pemenang nobel untuk penemuan bakteri Helicobacter pylori (H pylori). Bakteri itu sebagai penyebab sakit maag yang menyerang banyak kalangan
"Penemuan bakteri mengubah paradigma penyakit lambung adalah sebuah infeksi," ujarnya dalam konferensi virtual bertema Kenali dan Atasi Gangguan Lambung Saat Puasa, dikutip Selasa (5/4/2022).
Karena bukan penyakit infeksi, ia mengatakan, maag bisa disembuhkan dan terbukti outcome klinis terkait infeksi ini bisa dicegah dan diatasi lebih awal. Oleh karena itu, ia mengingatkan pentingnya perubahan gaya hidup. Selama gaya hidup tak berubah, dia melanjutkan, maka ini menjadi masalah penyembuhan orang yang memiliki maag.
"Oleh karena itu, jika memberi obat penekan asam tetapi dari yang bersangkutan tidak mengubah gaya hidup maka akhirnya menjadi penyakit berkepanjangan atau kambuh," katanya.
Padahal, ia mengingatkan ketika ada beberapa pasien maag harus mengonsumsi obat maka pasien tersebut akhirnya harus meminum obat tersebut secara terus-menerus. Tentu ini juga menjadi faktor risiko yang terus ada selama obat itu tidak diminum.
Ia mengakui memang ada alternatif dosis obat dikurangi selama dikonsumsi. Oleh karena itu, komunikasi yang baik dengan dokter dan memberikan dosis minimal untuk menekan asam lambung menjadi salah satu kunci.
"Tetapi, sebenarnya penyakit ini bisa disembuhkan," ujarnya.
Di kesempatan yang sama, Dokter Spesialis Penyakit Dalam Ari Fahrial Syam mengatakan, penyakit tidak enak di perut yaitu dispepsia alias maag dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok fungsional dan organik.
"Maag ini secara garis besar dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu sakit maag kelompok fungsional dan kelompok organik," ujar pria yang juga menjabat sebagai dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini dalam konferensi virtual bertema Kenali dan Atasi Gangguan Lambung Saat Puasa, belum lama ini.
Maag di kelompok fungsional, dia melanjutkan, ketika dilakukan endoskopi kemudian tidak ditemukan kelainan. Kemudian ketika dilakukan ultrasonografi (USG) juga tidak terdapat batu empedu. Sedangkan maag kelompok organik ketika dilakukan endoskopi kemudian ditemukan kelainan atau luka, polip, bahkan tumor, kemudian di kerongkongan atau tukak juga ditemukan luka-luka.
"Kalau melihat proporsi maag kelompok fungsional, angkanya 60 hingga 70 persen dari orang sakit maag," ujarnya.
Ia menambahkan, masyarakat yang mengalami sakit maag kelompok ini karena beberapa faktor. Pertama, tidak teratur makan yaitu kadang sarapan pagi jam 7, namun karena buru-buru jadi melewatkan makan pagi. Sama halnya ketika makan siang yang bisa dijonsumsi tepat waktu makan siang jam 12, namun jika banyak pekerjaan akhirnya waktu makan siang jadi molor.
"Akhirnya, lambung jadi bingung kok kadang diisi dalam 4 jam, 6 jam, bahkan 12 jam. Itu yang kita sebut tidak teratur makan," katanya.
Kemudian, ia menyebutkan faktor kedua orang yang mengalami maag fungsional adalah faktor mengonsumsi camilan tidak sehat sepanjang hari. Sebenarnya, dia melanjutkan, goreng-gorengan, coklat, hingga keju adalah makanan yang sebaiknya dihindari oleh lambung. Namun, dia melanjutkan, banyak masyarakat yang mengonsumsinya sepanjang hari.
Selain itu kebiasaan merokok juga yang seharusnya dihindari namun justru dilakukan. Kemudian faktor ketiga orang terkena penyakit sakit maag kelompok fungsional yaitu terkait stres. Jadi, kecemasannya tinggi.
Ia menyontohkan ketika tetangga terkena Covid-19 jadi ikut stres kemudian asam lambungnya naik. Bahkan lihat jalanan macet saja buat asam lambung naik, dimarahi atasan maka asam lambung naik. Artinya, dia menambahkan, pengendalian diri tak bagus.
"Sedangkan maag yang organik terkait obat-obatan, terutama rematik," katanya.
Ia menyebutkan, seseorang yang mengalami pegal linu kemudian beli obat jamu-jamuan yang ternyata dicampur obat rematik di dalamnya bisa mengalami maag kelompok ini. Atau bisa juga sedikit-sedikit minum obat untuk menghilangkan rasa sakit. Dari faktor maag organik ini, ia mengaku pernah melakukan penelitian dan didapatkan fakta bawa 20 persennya disebabkan oleh kuman Helicobacter pylori.