Selasa 12 Apr 2022 06:30 WIB

Ingatkan Esensi Demo, Waketum MUI Kutip Kisah Kesiapan Abu Bakar Dikritik 

Waketum MUI KH Marsudi Syuhud menyatakan demo bukan untuk merusak

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Nashih Nashrullah
Waketum MUI KH Marsudi Syuhud menyatakan demo bukan untuk merusak tetapi untuk memberikan kritik dan masukan membangun.
Waketum MUI KH Marsudi Syuhud menyatakan demo bukan untuk merusak tetapi untuk memberikan kritik dan masukan membangun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) yang juga Wakil Ketua Umum MUI, KH Marsudi Syuhud turut, bersuara terkait demonstrasi mahasiswa yang dilakukan pada Senin (11/4/2022). Dia menekankan demo adalah bentuk kritik. 

Kiai Marsudi mengibaratkan demonstrasi dengan vaksin Covid-19, bila demo atau kritik tersebut untuk membangun. "Kritik yang membangun adalah 'annaqdu laisa al hiqdu'. Kritik adalah untuk memperbaiki bukan membenci," tutur dia dalam keterangan tertulis kepada Republika.co.id, Senin (11/4/2022). 

Baca Juga

Menurut Kiai Marsudi, kritik dan demonstrasi dalam konteks yang terjadi sekarang ini tentu adalah untuk membangun, bukan merusak. Juga untuk memakmurkan bukan untuk menghancurkan. Untuk meluruskan bukan untuk meruntuhkan. 

"Karena 'wakulluma yad'u lil fasadi wal ifsaadi, watakhriibi walqotli, yad'u ilaa ma yukholifuddiin'. Segala sesuatu yang menyerukan kerusakan, sabotase, dan pembunuhan itu bertentangan dengan ajaran agama," tuturnya. 

Dia juga mengungkapkan, demonstrasi atau menyampaikan pendapat publik adalah bentuk amar makruf. Amar makruf harus dengan makruf, sebagaimana yang diatur dan dibolehkan dalam negara demokrasi. 

"Dengan demikian, berbagai pihak yang menanganinya dan yang turut-serta hendaknya tetap menjaga kenyamanan, keamanan dan tetap berakhlaqul karimah, untuk kepentingan hidup bersama," ungkapnya. 

Kiai Marsudi juga menjelaskan, sahabat Rasulullah SAW, Abu Bakar As-Shiddiq setelah diangkat menjadi khalifah membuka ruang untuk dikritik. Abu Bakar saat itu menyampaikan pidato pertamanya dengan menyatakan: 

"Wahai manusia, sungguh aku telah didaulat sebagai pemimpin atas kalian, akan tetapi, aku bukanlah manusia terbaik di antara kalian, bila aku membuat kebijakan yang baik, maka dukunglah aku, jika aku bersikap buruk (tidak sesuai aturan atau undang-undang) maka luruskanlah aku. Kejujuran adalah amanah, dusta adalah pengkhianatan."  

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement