REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Departemen Keamanan Dalam Negeri AS meluncurkan penyelidikan terhadap TikTok tentang cara penanganannya terkait konten yang menggambarkan pelecehan seksual terhadap anak-anak dan kontrol moderasi yang diterapkan. Departemen tengah menyelidiki dugaan eksploitasi fitur yang bernama Only Me di TikTok.
Fitur tersebut diduga disalahgunakan untuk membagikan konten bermasalah. Menurut Financial Times, hal itu telah diverifikasi oleh kelompok keselamatan anak dan pejabat penegak hukum.
Fitur Only Me memungkinkan pengguna menyimpan video TikTok mereka tanpa mempostingnya secara online. Setelah status video ditetapkan sebagai Only Me, video tersebut hanya dapat dilihat oleh pemilik akun.
Dalam kasus TikTok, kredensial akun yang membagikan konten yang menggambarkan Pencitraan Pelecehan Seksual Anak (CSAM) diteruskan di antara penjahat. Dengan demikian, video yang kasar tidak pernah sampai ke domain publik dan menghindari deteksi oleh sistem moderasi TikTok.
Ini bukan kasus pertama dari penyelidikan serius terhadap TikTok. Jumlah investigasi yang dilakukan mencakup penyebaran konten eksploitasi anak dilaporkan telah melonjak tujuh kali lipat antara 2019 dan 2021. Meskipun telah menegakkan kebijakan yang ketat dan tindakan hukum terhadap konten kasar, para penjahat masih berkembang di platform.
“TikTok terus-menerus berbicara tentang keberhasilan kecerdasan buatan mereka, tetapi konten seorang anak telanjang lolos," kata aktivis keselamatan anak Seara Adair.
Menariknya, agen federal melarang TikTok di semua sistem, termasuk ponsel dan komputer yang dimiliki oleh sistem teknologi informasi departemen pada Maret tahun ini karena masalah keamanan data.
Bulan lalu, beberapa mantan moderator konten TikTok mengajukan gugatan karena menuduh perusahaan tidak memberikan dukungan yang memadai saat mereka menangani konten ekstrem yang menggambarkan pelecehan seksual anak, pemerkosaan, penyiksaan, kebinatangan, pemenggalan kepala, bunuh diri, dan pembunuhan.
Dilansir Digital Trends, Sabtu (16/4/2022), investigasi BCC dari 2019 mengungkapkan predator menargetkan anak-anak sembilan tahun. Komisaris Informasi Inggris Elizabeth Denham meluncurkan penyelidikan ke TikTok pada tahun yang sama atas penanganan platform terhadap data pribadi milik pengguna di bawah umur. Namun, karena popularitasnya tinggi di kalangan anak muda, opsi untuk menghapusnya tidak semudah yang dimiliki Facebook.
Risikonya semakin tinggi dengan media regulator Ofcom mengklaim 16 persen balita dalam kelompok usia tiga hingga empat tahun mengonsumsi konten TikTok. Menurut Perhimpunan Nasional Inggris untuk Pencegahan Kekejaman terhadap Anak (NSPCC), kejahatan dengan modus child grooming mencapai rekor tertinggi pada 2021. Meskipun Instagram dan Snapchat adalah platform pilihan untuk predator, laporan tentang kasus itu di TikTok telah muncul secara daring beberapa kali dalam beberapa tahun terakhir.