Senin 18 Apr 2022 00:48 WIB

Pemerintah Berisiko Keluarkan Dana Rp 320 Triliun untuk Subsidi Energi

Harga jual BBM bersubdisi saat ini jauh dari harga keekonomian.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Friska Yolandha
Petugas melayani pengisian BBM di SPBU Pertamina 31.40101 di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (16/4/2022). Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengatakan pemerintah berisiko mengeluarkan dana sebesar Rp 320 triliun untuk subsidi dan kompensasi energi akibat kenaikan harga minyak dunia.
Foto: ANTARA/M Agung Rajasa
Petugas melayani pengisian BBM di SPBU Pertamina 31.40101 di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (16/4/2022). Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengatakan pemerintah berisiko mengeluarkan dana sebesar Rp 320 triliun untuk subsidi dan kompensasi energi akibat kenaikan harga minyak dunia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengatakan pemerintah berisiko mengeluarkan dana sebesar Rp 320 triliun untuk subsidi dan kompensasi energi akibat kenaikan harga minyak dunia. Harga jual BBM dan elpiji bersubsidi saat ini telah berada jauh dari harga keekonomian.

"Kalau harga minyak dunia bertahan di level sekarang, pemerintah berisiko mengeluarkan dana Rp 320 triliun untuk subsidi dan kompensasi BBM dan elpiji. Itu belum termasuk listrik, mungkin listrik tidak sebesar itu," ujarnya dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Ahad (17/4/2022).

Baca Juga

Berdasarkan asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) saat ini harga minyak mentah Indonesia atau ICP hanya dipatok sebesar 63 dolar AS per barel dengan perhitungan alokasi subsidi dan kompensasi BBM dan elpiji sekitar Rp130 triliun. Adapun harga minyak mentah yang kini bertengger di atas 100 dolar AS membuat pemerintah harus menyiapkan kembali dana tambahan sebesar Rp 190 triliun untuk subsidi energi.

Menteri Arifin mengingatkan bahwa saat ini harga jual BBM dan elpiji bersubsidi telah berada jauh dari harga keekonomian dampak harga minyak dunia yang terus melambung. Ia pun mengimbau masyarakat untuk menggunakan bahan bakar yang sesuai dengan kemampuan, sehingga alokasi subsidi BBM dan elpiji tidak tergerus dan penyalurannya lebih tepat sasaran.

"Penyalahgunaan BBM subsidi akan menambah beban keuangan negara. Masyarakat diminta ikut mengawasi dan melaporkan apabila menemukan penyimpangan-penyimpangan dalam penyaluran dan pemakaian BBM subsidi," tegas Arifin.

Saat ini, pemerintah telah memiliki instrumen hukum untuk menjerat para pelaku penyalahgunaan BBM dan elpiji bersubsidi dengan pidana penjara paling lama enam tahun dengan denda maksimal Rp 60 miliar. Sanksi itu tertuang dalam Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 55 Tahun 2020 dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 yang merupakan turunan dari Undang-Undang Migas Tahun 2001 tentang kegiatan usaha hilir minyak dan gas bumi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement