REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Mantan bupati Kabupaten Tanah Bumbu Mardani H Maming membantah terkait kasus dugaan suap izin usaha pertambangan (IUP) batubara di Tanah Bumbu. Kasus ini sudah membuat mantan kepala dinas ESDM Kabupaten Tanah Bumbu Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo sebagai terdakwa.
Kuasa hukum Mardani, Irfan Idham menegaskan, pokok perkara kasus dugaan suap yang menjerat Dwidjono yakni gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Hal itu berasal dari laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Irfan mengatakan, jika dilihat berdasarkann perkarangan, kasus tersebut murni diduga merupakan perbuatan terdakwa Dwidjono selaku kepala dinas ESDM Tanah Bumbu. “Menurut kami ini murni perbuatan Pak Dwi (eks kepala Dinas ESDM). Jadi kami tidak setuju juga kalau misalnya atas kasus tersebut ada pemberitaan-pemberitaan yang beredar bahwa ini ada kaitannya dengan klien kami (Mardani),” tutur Irfan dalam keterangan, Senin (18/4/2022).
Irfan menambahkan, terlebih, peralihan IUP batubara dari PT Bangun Karya Pratama Lestari ke PT Prolindo Cipta Nusantara sudah melalui mekanisme dan prosedur karena sudah keluar sertifikat clear and clean-nya. Jadi, ia menegaskan, secara prosedur tidak ada masalah dalam peralihan IUP tersebut.
Menurutnya, Mardani selaku bupati kala itu memproses setiap permohonan maupun surat dengan catatan sudah sesuai dengan ketentuan. Sebab, izin tidak mungkin ditandatangani bupati kalau tidak berdasarkan pemeriksaan bawahannya.
“Jadi, permohonan itu masuk pasti diproses oleh kepala dinas yang sudah melewati pemeriksaan berjenjang. Tidak mungkin izin itu sampai ke kementerian keluar seritifikat cmc kalau tidak lengkap secara prosedur. Berarti secara prosedur tidak ada masalah,” tegasnya.
Irfan juga membantah kliennya mangkir tanpa keterangan atas pemanggilan di persidangan. Menurutnya, kliennya selalu melayangkan pemberitahuan secara resmi kepada majelis hakim saat tak menghadiri persidangan.
"Setiap persidangan Pak Mardani melakukan pemberitahuan secara resmi bahwa berhalangan hadir dikarenakan ada kegiatan yang waktunya bersamaan dan tidak bisa ditinggalkan," kata Irfan.
Salah satu bentuk kooperatif Mardani terhadap proses hukum, kata Irfan, kala kliennya berhalangan hadir bersaksi di persidangan pada 11 April 2022 lantaran mesti menghadiri audiensi Pengurus Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara, Jakarta.
Kemudian, pada persidangan 4 April 2022 lalu, Mardani tidak bisa hadir bersaksi lantaran dalam proses pemulihan pascaoperasi ginjal. “Bukan beliau tidak mau tapi karena lagi tidak bisa karena kondisi kesehatan,” tegas Irfan.
Kuasa hukum Mardani Maming juga menyoroti langkah tim kuasa hukum Raden Dwidjono yang melaporkan kasus tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia menyayangkan laporan itu dikirimkan karena proses hukum di pengadilan masih berjalan hingga saat ini.
Irfan juga menyayangkan komentar Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman yang menyeru agar KPK melakukan supervisi kasus tersebut dari Kejaksaan. “Menurut kami ini sangat ngaco. Pak Mardani sangat menghargai proses hukum,” katanya.