REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan pada Senin (18/4/2022), dialognya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin terhenti setelah pembunuhan massal ditemukan di Ukraina. Meski dia mengaku membuka kemungkinan untuk pembicaraan lanjutkan di kemudian hari.
"Sejak pembantaian yang kami temukan di Bucha dan di kota-kota lain, perang telah mengambil giliran yang berbeda, jadi saya tidak berbicara dengannya lagi sejak itu, tetapi saya tidak mengesampingkan melakukannya di masa depan", kata Macron.
Rusia menyebut tuduhan bahwa pasukannya mengeksekusi warga sipil di Bucha saat menduduki kota itu sebagai pemalsuan mengerikan. Tuduhan itu dinilai bertujuan merendahkan tentara Rusia.
Ditanya mengapa Macron tidak mengikuti contoh para pemimpin Eropa lainnya dan melakukan perjalanan ke ibukota Ukraina, Kiev, dia mengatakan, bahwa memperlihatkan dukungan dengan sendirinya. "Saya akan kembali ke Kiev, tetapi saya akan pergi ke sana untuk membawa sesuatu yang berguna bersama saya karena jelas bahwa saya tidak perlu pergi ke sana untuk menunjukkan dukungan ini," kata Macron.
Macron menambahkan bahwa telah berbicara dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiyy sekitar 40 kali sejak awal perang. "Jika saya pergi ke Kiev, itu akan membuat perbedaan," katanya.
Istana Kremlin mengatakan meluncurkan operasi militer khusus untuk demiliterisasi dan membebaskan Ukraina dari ekstremis nasionalis. Ukraina dan Barat mengatakan Putin justru melancarkan perang agresi yang tidak beralasan.