REPUBLIKA.CO.ID,Ramadhan di Mesir sangat terasa berbeda dibanding hari-hari biasa. Beberapa hari sebelum Ramadhan, di setiap jalanan dan toko-toko menjual lampu Fanous yang dipasang tiap jalan atau depan pintu apartemen.
Dahulu lampu Fanous sering digunakan sebagai lampu penerang jalan menuju masjid atau rumah handai taulan saat malam hari. Konon, awal mula lampu Fanous digunakan masyarakat Mesir untuk menyambut kedatangan Khalifah Muiz Lidinillah pada masa dinasti Fathimiyah pada tanggal 5 Ramadan 358 Hijriah.
Sekarang, lampu Fanous menjadi salah satu tradisi masyarakat dalam menyambut Ramadan di Mesir. Bagi rakyat Mesir, lampu Fanous memiliki nilai filosofi yang berarti ungkapan kebahagiaan, kegembiraan serta kesyukuran dalam menjamu tamu Agung yaitu bulan Ramadan. Biasanya para orang tua akan selalu membelikan Fanous dan menghadiahkannya kepada anak-anaknya dan menjadi mainannya.
Sepanjang bulan Ramadan, dalam tradisi Mesir, orang-orang mengenakan Galabiya (jubah) dan topi. Dua jam jelang subuh, orang-orang Turki menyusuri jalan-jalan dengan mengenakan galabiya dan topi untuk membangunkan penduduk sahur sambil memukulkan Baza (drum kecil).
Mirip seperti yang dilakukan di kampung-kampung di Indonesia. Namun, tradisi itu hanya berlaku di beberapa kawasan saja, seperti di kawasan Bathniya (belakang masjid Al-Azhar), sebagian distrik 10 serta beberapa kota di luar propinsi Kairo seperti Tafahna Al-Asyraf Propinsi Daqahliyah.
Ketika waktu Magrib akan tiba, selain suasana sunyi senyap jarang ada mobil yang lewat, kita akan melewati banyak sekali tenda-tenda yang dibangun, meja-meja yang berjejer rapi siap dengan hidangan aneka ragam makanan untuk berbuka puasa dan gratis untuk dinikmati oleh semua orang. Bukan hanya orang miskin boleh datang, semua orang yang kebetulan berada di jalan itu ketika saat berbuka tiba.
Negeri Alquran
Awal Ramadhan di Mesir diumumkan oleh Mufti Syeikh Ali Gouma dan disiarkan secara langsung melalui chanel televisi. Dua tahun terakhir ini di Mesir pengumuman penetapan bulan Ramadhan diadakan di Azhar Convention Center kawasan Rabea Adawea dan mengundang seluruh para cendekiawan, ulama, tokoh serta pejabat negara termasuk sebagian mahasiswa asing ikut menghadiri acara tersebut.
Mahir Mohamad Soleh, mahasiswa Fakultas Ushuluddin Jurusan Hadist, Universitas Al-Azhar, Mesir mengatakan, Ramadhan di Mesir tahun ini pada akhir musim panas. Waktu siang agak panjang dibanding musim biasa. “Untungya Ramadhan sudah akhir musim panas sehingga cuaca tidak terlalu panas saat menunaikan ibadah Ramadan,” ujar Mahir.
Biasanya, di musim panas azan subuh berkumandang pukul 05.00, sedang azan maghrib berkumandang pukul 19.30. Namun, kata Mahir, awal minggu pertama Ramadan ini terjadi perubahan waktu, azan subuh pukul 04.00 dan magrib pukul 18.15.
Mahir menceritakan masjid-masjid menjadi semakin penuh saat Ramadhan. Salat lima waktu pun lebih banyak dari hari-hari biasa. Meski begitu, masyarakat tetap beraktivitas seperti biasa masuk kantor bagi pegawai kantoran baik swasta maupun pemerintahan. Sedang para siswa dan mahasiswa masih berkutat dalam kesibukan mengisi hari-hari liburnya selama musim panas.
Ramadhan di Mesir menjadi bulan Alquran. Masyarakat Mesir, imbuh Mahir, cukup religius dalam keseharian mereka, utamanya dalam interaksi mereka dengan Alquran. Selama Ramadhan semarak lantunan Alquran saling bersahutan. Sepanjang jalan, di bis-bis kota, penjaga toko, polisi atau satpam, anak-anak sampai orang tua pun semua saling berlomba membaca dan mengkhatamkan Alquran apapun kondisi mereka saat itu. Baik dengan bacaan pelan (sirr) atau keras (jahr).
Ada yang mengulang hapala atau menambah jumlah bacaan. Ketika memasuki masjid, baik sebelum atau sesudah menunaikan salat, orang-orang berlomba membaca Alquran dan mengkhatamkannya.“Untuk mengejar target kebaikan dan pahala berlipat ganda pada bulan Ramadan,” tutur Mahir.
Bahkan, Ramadan kali ini Kementerian Wakaf mengadakan "Musabaqah Tahfizh Alquran Internasional ke-17". Lomba Musabaqah itu melibatkan peserta dari 117 Negara. Shalat tarawih di Mesir, kita akan menjumpai masjid dengan dua pilihan, salat tarawih 20 Rakaat atau 8 Rakaat. Umumnya, masjid-masjid di Mesir menunaikan salat tarawih 8 Rakaat. Bacaan surat pun beragam, mulai dari surat-surat pendek, satu juz dan tiga juz setiap salat tarawih.
Maidatur Rahman (Hidangan Tuhan)
Tradisi unik lain kala Ramadhan, ujar Mahir, adalah Maidatur Rahman atau memberikan hidangan puasa. Menurut sebagian sejarawan, permulaan adanya Maidaturrahman atau memberikan hidangan buka puasa saat bulan Ramadan terjadi pada masa Rasulullah Saw.
Di Mesir, Maidaturrahman memiliki sejarah yang panjang. Konon dimulai saat Harits bin Laits seorang Ahli Fiqh dan Hartawan saat bulan Ramadan dia hanya berbuka dengan memakan Foul (kacang khas Mesir yang sudah diolah).
Kebaikan sosial para dermawan di Mesir, menurut Mahir, patut diacungi jempol. Salah satu bentuknya adalah pemberian bantuan (musa'adah) dalam bentuk uang, makanan atau sembako kepada para fakir miskin termasuk juga kepada mahasiswa asing yang belajar di sini. “Kita sebagai mahasiswa tidak direpotkan dengan urusan masak, cukup pergi ke masjid atau ke tempat-tempat terbuka yang menyediakan maidaturrahman,” papar Mahir.
Maidaturrahman diberikan dalam bentuk take away. Ada beberapa lokasi penyedia maidaturrahman, seperti di Distrik Tujuh, menu makanan yang terbilang istimewa dibagikan dari restoran cepat saji Cook Door. Juga di distrik Delapan, biasanya ramai mahasiswa asing mengantre untuk mendapatkan jatahnya dengan beragam menu.
Waktu pembagian dimulai sejak pukul 16.30 sampai menjelang azan magrib. Menu yang dibagikan berbeda-beda, karena penyumbang hidangan berbuka puasa itu biasanya lebih dari tiga orang. Setiap penyumbang maidaturrahman minimal menyumbang 100 kotak berisi makanan.
Selain di tempat tersebut, maidaturrahman bisa kita dapatkan di masjid-masjid. Baik di dalam masjid, ataupun di pelataran teras masjid. Rata-rata di masjid kita hanya diberikan ta'jil kurma saat azan magrib berkumandang, tidak sedikit pula seorang dermawan yang memberikan minuman manis seperti tamr hind (terbuat dari Asam) dana subiya (terbuat dari santan kelapa) di depan pintu masjid sebelum jamaah memasukinya.
Saat berbuka menunya pun beragam, seperti nasi, isy (roti gandum), daging, ayam, buah-buahan, sayur kacang dan kentang. Cara menghidangkannya pun beragam pula. Di beberapa masjid besar, biasanya makanan tersaji dengan rapi dan bersih. Setiap orang mendapat jatah satu kemasan yang berisi makanan. Ada juga masjid-masjid yang menyediakan makanan dalam wadah-wadah besar, untuk dinikmati bersama-sama.
Rata-rata masyarakat Mesir yang sudah berkeluarga akan berbuka di rumah bersama keluarganya, sedang masyarakat Mesir seperti para pekerja kasar, penjaga warung berbuka di masjid atau di tempat-tempat terbuka. Begitu juga dengan mahasiswa asing seperti Rusia, Kazakhstan, Malaysia, Thailand, Afrika dan tak ketinggalan Indonesia. Semua terbuka dan tidak memandang status sosial. Semua orang berkumpul dengan beragam jenis suku, bangsa dan etnis menjadi satu. Menikmati jamuan Tuhan di rumah-Nya yang agung. c06