Kamis 28 Apr 2022 06:40 WIB

Proyek Sains dan Kemanusiaan yang Berantakan Gara-Gara Invasi Rusia

Rusia memegang peranan penting dalam bidang sains.

Oleh : Dwi Murdaningsih, Penulis adalah jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Invasi rusia kepada Ukraina yang sudah berlangsung sejak dua bulan lalu belum menunjukkan adanya tanda-tanda mereda. Malah, bisa dibilang konflik semakin memanas.

Pada Ahad (24/4/2022)  Rusia kembali menggempur pertahanan terakhir Ukraina yang masih berada di pabrik baja raksasa di Mariupol.

Invasi rusia tidak hanya berpengaruh terhadap peta politik global. Serangan Rusia telah berdampak pada perdagangan, energi hingga sektor sains. Sejak awal invasi pada Februari lalu, Rusia bertubi-tubi mendapatkan sanksi dari Eropa dan Amerika akibat invasi kepada Ukraina.

Perusahaan-perusahaan global berbondong-bondong meninggalkan Rusia. Sebagian dilakukan sebagai bentuk solidaritas kepada Ukraina. Sebagian lagi sisanya mungkin dipicu oleh kebijakan politik yang dianut oleh negara asal perusahaan tersebut.

Di bidang sains, dampak yang terasa juga cukup besar. Kalangan ilmuwan Rusia 'dikucilkan', tidak diikutsertakan atau dicabut keanggotaannya dari kerja sama internasional yang telah terjalin. Padahal, banyak proyek sains yang sangat bergantung pada kontribusi Rusia.

Kita tentu tidak bisa mengelak bahwa Rusia adalah sebuah negara besar dengan kemajuan sains yang cukup terdepan. Rusia merupakan negara pertama yang berhasil meluncurkan misi ke Planet Venus. Diakui atau tidak, peranan Rusia di bidang sains tidak bisa di kesampingkan.

Kini, para ilmuwan iklim khawatir tanpa bantuan Rusia, mereka tidak dapat mendokumentasikan pemanasan di Kutub Utara . Badan Antariksa Eropa (ESA) pun sedang memikirkan cara penjelajah Mars yang direncanakan dapat bertahan pada malam hari tanpa unit pemanas Rusia.

Diketahui, pada 1 Maret lalu, Dewan Badan Antariksa Eropa mengumumkan bahwa lembaga itu tidak dapat lagi melakukan kerja sama berkelanjutan dengan lembaga antariksa Rusia Roscosmos dalam misi penjelajah ExoMars. ExoMars direncanakan akan diluncurkan pada tahun ini.

ExoMars akan mencari bukti kemungkinan kehidupan masa lalu di Mars. Sebelumnya, misi ini juga telah tertunda lantaran pandemi. Kini, dengan konflik Rusia dan Ukraina bisa dipastikan proyek itu akan mundur. ESA harus mencari mitra lain yang mungkin tidak mudah.

Di antara sekian banyak konflik tersebut,  ada yang cukup melegakan. Bulan lalu, di tengah panasnya invasi Rusia, di tengah sanksi-sanksi yang diberikan oleh Amerika Serikat, setidaknya kerja sama individu masih terlihat cukup solid.

Pada 30 Maret, dua astronot AS bersama 2 kosmonot Rusia kembali dari Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) dengan satu roket yang sama. Ketiganya masih bisa kembali ke Bumi dengan menumpang roket Soyuz milik Rusia.

Sebelumnya, sempat ada kekhawatiran bahwa astronot AS Mark Vande Hei tidak diizinkan menumpang roket Soyuz.  Namun, ternyata hal itu tidak terbukti. Setidaknya kerja sama individu antara dua warga negara yang sedang berkonflik tidak terdampak oleh konflik negaranya.

ISS memang bisa dibilang (setidaknya hingga saat ini) menjadi wilayah yang masih bebas dari pengaruh konflik antarnegara. Memang seharusnya begitu sebab di ISS semua negara yang bekerja sama di sana memang saling bergantung.

Segmen Rusia menyediakan semua tenaga penggerak untuk ISS yang digunakan untuk kontrol sikap, manuver penghindaran puing, dan operasi de-orbit. Sementara Amerika menyediakan daya melalui susunan surya stasiun dan beberapa sistem pendukung kehidupan di ISS.

Direktur Roscosmos Dmitry Rogozin berulang kali mengecam sanksi internasional terhadap Rusia. Dia pun beberapa kali mengancam untuk menghentikan kerja sama Rusia di ISS.

Belum jelas bagaimana  keputusan itu selanjutnya akan mempengaruhi ISS. Sebab, ISS tidak dimiliki oleh satu negara pun. Amerika, Uni Eropa (UE), Rusia, Kanada, dan Jepang mengoperasikan stasiun tersebut melalui perjanjian kerja sama antar negara. Memang cukup naif untuk mengatakan bahwa kerja sama itu  seharusnya  tidak terdampak dari konflik yang ada di Bumi.

Kemarahan dan sanksi internasional terhadap Rusia membuat kolaborasi formal menjadi sulit atau bahkan tidak mungkin. Padahal, dunia perlu berkolaborasi untuk proyek-proyek sains mahal yang berkontribusi terhadap ilmu pengetahuan dan kemanusiaan. Dunia perlu bergandeng tangan.

Konflik Rusia dan Ukraina harus segera diakhiri. Bukan semata-mata demi keberlanjutan kerja sama di bidang sains saja, tapi juga untuk mencegah jatuhnya korban yang lebih banyak. Sebab, tidak ada yang menang dari sebuah peperangan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement