REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar gastrohepatologi anak Prof Hanifah Oswari mengemukakan hubungan antara hepatitis akut bergejala berat dan Adenovirus pada vaksin Covid-19 adalah narasi yang tidak benar. Ia mengatakan, tidak ada bukti hubungan kasus hepatitis dengan vaksin Covid-19.
"Pada kesempatan ini saya ingin menjelaskan bahwa kejadian ini (hepatitis akut berat) dihubungkan dengan Covid-19 adalah tidak benar," kata Prof Hanifah saat menyampaikan keterangan pers secara virtual yang diikuti dari Zoom di Jakarta, Kamis (5/5/2022) siang.
Sebelumnya, Journal Hepatology yang terbit pada 21 April 2022 menuliskan laporan "Vaksinasi SARS-CoV-2 dapat menimbulkan Hepatitis dominan sel T CD8,". Ditemukan Adenovirus 41 pada dua anak yang menjalani transplantasi hati akibat Hepatitis akut berat di Amerika Serikat.
Mengenai temuan tersebut, Prof Hanifah mengatakan, hingga saat ini belum ada informasi penguat yang menyebutkan Adenovirus berhubungan langsung dengan hepatitis akut berat. Badan Keamanan Kesehatan Britania Raya (UKHSA) telah mengesampingkan vaksin Covid-19 sebagai penyebab dari merebaknya kasus hepatitis akut pada anak yang merebak belakangan ini.
"Masih mungkin itu kejadian yang bersamaan, tapi bukan berhubungan langsung," kata Prof Hanifah.
Di samping itu, Prof Hanifah menjelaskan, pemerintah sudah menunjuk Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso Jakarta dan Laboratorium Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia (FKUI) untuk meneliti penyebab hepatitis akut bergejala berat.
"Agar kita bisa tahu keadaan ini dan penyebabnya," katanya.
Gejala
Direktur Utama RSPI Sulianti Saroso Jakarta dr Mohammad Syahril SpP mengatakan, perubahan warna kuning di sekitar mata dan badan serta hilang kesadaran menjadi penanda gejala berat yang dialami pasien infeksi hepatitis misterius. Pasien biasanya datang sudah dengan gejala yang lebih berat.
"Misalnya kuning di mata atau seluruh badan dan tanda-tanda laboratorium yang tinggi," kata Syahril.
Sementara itu, hasil pemeriksaan laboratorium terhadap sampel darah pasien akan menunjukkan peningkatan enzim hati (SGOT/SGPT) hingga 500 u/L. Prof Hanifah mengatakan, gejala awal yang spesifik di antaranya diare, mual, muntah, hingga sakit perut.
Bila gejala itu berlanjut, katanya, pasien akan mengalami gangguan pembekuan darah dan penurunan kesadaran. Pada kondisi terparah, tim medis perlu melakukan transplantasi hati demi mencegah kematian.
"Kasus ini bukan disebabkan Hepatitis A, B, C, dan E. Penyakit ini menyerang anak-anak di bawah 16 tahun dan lebih banyak lagi di bawah lima tahun," katanya.
Baca juga : Ini Gejala Awal Hepatitis Akut yang Harus Diperhatikan Orang Tua
Hepatitis akut bergejala berat disebut misterius karena faktor pemicu penyebabnya belum diketahui. Selain itu, gejala berat yang timbul datang dalam waktu bersamaan dan cepat.
"Hepatitis akut sebetulnya ada banyak di Indonesia, tapi khusus hepatitis akut berat ini belum tahu penyebabnya," katanya.
Prof Hanifah juga menyampaikan beberapa upaya pencegahan untuk menghindari penyakit hepatitis akut di antaranya mencuci tangan dengan sabun, menjaga kebersihan makanan dan minuman, tidak berbagi alat makan maupun minum dengan orang lain, dan hindari kontak dengan pasien. Ia menjelaskan, langkah pencegahan umumnya sama seperti pencegahan Covid-19, yakni 3M (menjaga jarak, memakai masker dan menghindari kerumunan).
"Jika menemukan gejala yang spesifik, maka pasien perlu segera dibawa ke Puskesmas terdekat atau rumah sakit," kata Prof Hanifah.
Baca juga : Hepatitis Akut Diduga Long Covid-19, Ini Kata Kemenkes