REPUBLIKA.CO.ID, STOCKHOLM – Partai yang kini memegang pemerintahan di Swedia, yakni Partai Sosial Demokrat, mengatakan, keputusan tentang apakah negara tersebut akan bergabung dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) akan diumumkan pada 15 Mei mendatang. Jika Stockholm memutuskan bergabung, hal itu bakal membuka jalan bagi mereka mengajukan tawaran keanggotaan.
“Partai akan mengumumkan posisinya (soal keanggotaan NATO) pada 15 Mei, yang akan jatuh pada Ahad,” kata juru bicara Partai Sosial Demokrat Julia Grabe, Senin (9/5/2022), dikutip laman Aljazirah.
Jika Sosial Demokrat mendukung bergabung, akan ada mayoritas parlemen yang jelas untuk pengajuan keanggotaan NATO. Partai Sosial Demokrat yang dipimpin Perdana Menteri Magdalena Andersson secara historis menentang keanggotaan Swedia di NATO. Sikap demikian bahkan ditegaskan saat partai tersebut menggelar kongres pada November tahun lalu.
Namun konflik di Ukraina telah memantik kembali perdebatan di internal Swedia, termasuk di tubuh Sosial Demokrat. Negara Nordik lainnya yang tengah mempertimbangkan keanggotaan NATO adalah Finlandia. Swedia dan Finlandia secara militer tidak selaras selama beberapa dekade terakhir. Kendati demikian, konflik di Ukraina telah menggeser opini publik di kedua negara. Menurut jajak pendapat, saat ini warga yang mendukung agar kedua negara bergabung dalam NATO justru melonjak.
Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg telah menyampaikan, Finlandia dan Swedia bisa bergabung dengan aliansi militer tersebut jika mereka memutuskan meminta keanggotaan. "Jika mereka memutuskan untuk melamar, Finlandia dan Swedia akan disambut dengan hangat dan saya berharap prosesnya berjalan cepat," kata Stoltenberg kepada wartawan di Brussels, Belgia, pada 28 April lalu.
Pada 14 April, Ketua Dewan Keamanan Rusia Dmitry Medvedev memperingatkan NATO tentang potensi keanggotaan Swedia dan Finlandia dalam aliansi tersebut. Menurutnya, jika kedua negara itu bergabung dengan NATO, Rusia harus meningkatkan pertahanannya dan tidak akan ada lagi pembicaraan tentang kawasan Baltik yang bebas nuklir.
“Tidak ada lagi pembicaraan tentang status bebas nuklir untuk Baltik, keseimbangan harus dipulihkan. Sampai hari ini Rusia belum mengambil tindakan seperti itu dan tidak akan melakukanya,” kata Medvedev.