Senin 16 May 2022 03:51 WIB

Indikator: Publik tidak Masalah Utang Pemerintah Bertambah, Asal BBM tak Naik

Sebanyak 49,1 persen masyarakat menginginkan pemerintah tak menaikkan harga BBM.

Rep: Erik PP/Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi.
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Survei terbaru Indikator Politik Indonesia menghasilkan temuan, sikap masyarakat terbelah soal potensi kenaikan bahan bakar minyak (BBM). Dari survei yang dilakukan pada periode 5-10 Mei 2022, ada dua perspektif yang muncul terkait rencana menaikkan harga BBM.

Hasilnya, mayoritas masyarakat menilai pemerintah tak perlu menaikkan harga BBM, meskipun harus dengan menambah utang. Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan, dalam perspektif pertama, sebanyak 30,6 persen masyarakat mendukung harga BBM dinaikkan, dampak harga bahan bakar dunia yang mengalami peningkatan.

"Mereka yang berada dalam pandangan ini, menilai perlu menaikkan harga BBM untuk mengurangi beban APBN,' kata Burhanuddin saat memaparkan hasil survei bertajuk ‘Drama Minyak Goreng dan Kepuasan Publik Terhadap Kinerja Presiden’ secara virtual di Jakarta, Ahad (15/5/2022).

Menurut Burhanuddin, ada pandangan yang lebih besar terkait harga BBM. Hal itu kni karena sebanyak 49,1 persen masyarakat menginginkan pemerintah tak menaikkan harga BBM, meski mengetahui ada peningkatan harga bahan bakar dunia. "Pemerintah harus berupaya agar harga bahan bakar tidak dinaikkan, termasuk jika harus menambah utang," ucapnya.