Sabtu 21 May 2022 16:33 WIB

Hari Kelima Gelombang Covid-19, Korut Laporkan Lebih 200 Ribu Kasus Demam

Gelombang covid-19 memicu kekhawatiran di Korut karena minimnya infrastruktur medis.

 Dalam foto yang disediakan oleh Pemerintah Korea Utara, pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, tengah, mengunjungi apotek di Pyongyang, Korea Utara Minggu, 15 Mei 2022. Wartawan independen tidak diberi akses untuk meliput peristiwa yang digambarkan dalam gambar ini didistribusikan oleh pemerintah Korea Utara. Konten gambar ini adalah seperti yang disediakan dan tidak dapat diverifikasi secara independen.
Foto: AP/Korean Central News Agency/KCNA via KNS
Dalam foto yang disediakan oleh Pemerintah Korea Utara, pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, tengah, mengunjungi apotek di Pyongyang, Korea Utara Minggu, 15 Mei 2022. Wartawan independen tidak diberi akses untuk meliput peristiwa yang digambarkan dalam gambar ini didistribusikan oleh pemerintah Korea Utara. Konten gambar ini adalah seperti yang disediakan dan tidak dapat diverifikasi secara independen.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Utara (Korut) melaporkan lebih dari 200 ribu pasien baru menderita demam selama lima hari berturut-turut saat negara itu memerangi wabah corona pertama yang dikonfirmasi. Ini dilaporkan kantor berita Korea Selatan Yonhap, Sabtu (21/5/2022), mengutip stasiun penyiaran Korut.

Gelombang Covid-19 yang sedang berlangsung, yang diumumkan pekan lalu, telah memicu kekhawatiran atas kurangnya vaksin, infrastruktur medis yang tidak memadai, dan potensi krisis pangan di negara berpenduduk 25 juta. Apalagi, negara tersebut telah menolak bantuan dari luar dan menutup perbatasannya.

Baca Juga

Menurut catatan pada Jumat (20/5/2022) malam, setidaknya 219.030 orang menunjukkan gejala demam hingga menjadikan jumlah total kasus tersebut menjadi 2.460.640, Televisi Pusat Korea (KCTV) melaporkan dengan mengutip data dari markas besar pencegahan epidemi darurat negara, menurut Yonhap. Korban jiwa bertambah satu orang sehingga jumlah keseluruhan kematian saat ini menjadi 66 orang.

Yonhap tidak memerinci berapa banyak orang yang dites positif terkena virus, dan Reuters tidak dapat memverifikasi laporan itu secara independen. Tanpa gerakan vaksinasi nasional dan kemampuan pengujian yang terbatas, data harian yang dirilis oleh media pemerintah dapat tidak dilaporkan, dan mungkin sulit untuk menilai skala gelombang COVID, kata para ahli.

Badan hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah memperingatkan konsekuensi "menghancurkan" bagi 25 juta rakyatnya. Sementaran itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, penyebaran yang tidak terkendali dapat menyebabkan munculnya varian baru yang lebih mematikan.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement