REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud mengatakan terdapat progres dalam pembicaraan dengan Iran tapi "tidak cukup". Ia mengatakan Arab Saudi masih berusaha menjangkau Teheran.
Di World Economic Forum, Selasa (24/5) Pangeran Faisal juga mengatakan pemilihan parlemen di Lebanon mungkin sebagai langkah positif. Tapi menurutnya masih terlalu dini untuk mengetahui hal itu.
Hubungan diplomatik Arab Saudi dan Iran memburuk sejak 2016 lalu. Pada tahun lalu kedua negara itu menggelar perundingan langsung di Irak untuk mengakhiri kebuntuan perang Yaman.
Sejauh ini mereka telah menggelar empat pertemuan di Irak. Baghdad berharap mediasinya dapat menghentikan ketegangan antara dua negara paling berpengaruh di kawasan.
Arab Saudi menggambarkan perundingan berlangsung ramah tapi eksploratif. Sementara Teheran mengatakan jarak perundingan cukup baik.
Arab Saudi dan Iran mendukung pihak yang berlawanan dalam perang dan sengketa politik di Suriah, Lebanon, dan Irak selama bertahun-tahun. Sejak 2015 Arab Saudi memimpin koalisi yang memerangi pemberontak Houthi yang didukung Iran di Yaman.
Sementara itu perundingan untuk mengaktifkan kembali Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) terancam batal. Setelah Rusia meminta negara-negara Barat menunda negosiasi sampai waktu yang belum ditentukan walaupun sebagian besar naskahnya sudah hampir selesai.
Negosiator perundingan menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran yang berlangsung selama 11 bulan itu sudah mencapai tahapan akhir. JCPOA akan mencabut sanksi-sanksi Barat terhadap Iran sebagai gantinya Teheran harus menghentikan program nuklir.