Jumat 27 May 2022 15:06 WIB

Buya Syafii dan ‘Magnum Opus’-nya

Buya Syafii sempat menimba ilmu dari pemikir Islam Fazlur Rahman di Chicago, AS.

Rep: Stevy Maradona/ Red: Stevy maradona
Buya Ahmad Syafii Maarif
Foto: LP3ES
Buya Ahmad Syafii Maarif

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Innalillahiwainailahi rojiun. Buya Ahmad Syafii Maarif telah berpulang. Mantan ketua PP Muhammadiyah periode 1998-2005 ini dikenang sebagai sosok santun dan menjadi teladan bangsa. Buya Syafii, begitu ia kerap disapa, selalu dikenal sebagai sejarawan politik Islam yang mumpuni. Ia lama mengajar sejarah baik di sekolah maupun di universitas di Yogyakarta dan Solo. 

Salah satu karya sejarah Buya yang bisa kita sebut sebagai ‘magnum opus’ adalah disertasinya di Universitas Chicago, Amerika Serikat yang berjudul ‘Islam as the Basis of State: A Study of the Islamic Political Ideas as Reflected in the Constituent Assembly Debates in Indonesia’ (1982). Tiga tahun setelah sidang disertasi itu, LP3ES menerbitkan butir pemikiran Buya Syafii dalam buku yang berjudul Islam dan Masalah Kenegaraan, Studi Tentang Percaturan dalam Konstituante (1985). 

Buku setebal 225 halaman itu ternyata cukup baik sambutannya. Meskipun bahasannya cukup ‘berat’, Buya Syafii dengan lincah menggambarkan pertarungan politik di konstituante pascapemilihan 1955 terkait masalah Islam dan kenegaraan. Termasuk didalamnya bagaimana faksi faksi di dalam partai Islam terbesar saat itu, Masyumi yang justru saling sikut sendiri. Buya Syafii juga dengan bahasanya yang khas namun tetap sederhana, bisa menjelaskan persoalan politik umat Islam modern yakni Islam Cita-Cita dan Islam Sejarah dan berbagai persoalannya untuk memasukkan dua hal ini ke dalam sistem tata negara modern. 

Alhasil buku ini dicetak ulang beberapa kali dalam satu dekade. Bukunya mendapat kata pengantar oleh cendekiawan muslim Nurcholis Madjid, yang juga kawan studi Buya di AS, selain bersama Amien Rais. Cak Nur, begitu Nurcholish akrab disapa, memuji disertasi Buya Syafii. Utamanya karena tema pilihannya yang penting. Kemudian karena Cak Nur tahu bahwa Buya Syafii dalam menulis disertasinya sempat berdiskusi dengan ‘raksasa’ pemikir Islam modern yakni Fazlur Rahman, yang terlihat membekas di dalam jejak tulisan Buya Syafii.

Terhadap buku karya Buya itu, Cak Nur mengatakan, “Saya berpendapat bahwa Dr Ahmad Syafii Maarif dengan bukunya ini mewakili dengan baik sekali neo modernisme Islam itu. Dr Syafii berhak merasa beruntung telah sempat mengadakan perkenalan intelektual dengan Prof Fazlur Rahman, salah seorang pemikir neo modernis yang luar biasa kuat berakar dalam intelektualisme tradisional Islam tapi yang sekaligus juga sama sekali terlibat di dalam kemodernan sejarah…. Itu semua mewarnai pembahasan masalah yang menjadi tema buku ini, yang ia lakukan dengan cakap dan penuh keberanian intelektual.” 

Cak Nur menambahkan, “Dr Syafii Maarif menurut saya telah memberi jasa kepada umat Islam Indonesia dalam bentuk rintisan pertumbuhan tradisi Islam yang otentik sekaligus kritis.”

Di halaman 5 bukunya, Buya menulis, “Islam cita-cita ini, sebagaimana yang telah diterjemahkan ke dalam realitas sejarah pada masa Nabi dan beberapa thaun sesudah itu, tetap merupakan sumber inspirasi yang tak habis-habisnya bagi umat Islam sejak saat itu. Umat Islam Indonesia juga mengatakan bahwa mereka memiliki idealisme ini, sekalipun nampaknya sebagian besar mereka masih kekurangan visi yang cukup dan kemampuan intelektual dalam memahami jiwanya yang dinamik dan kreatif. Dengan ungkapan lain, perjuangan umat Islam Indonesia, sekalipun tidak berhasil, dala menegakkan dasar ISlam dalam sidang-sidang Majelis Konstituante pada tahun 1950-an adalah bagian dari usaha strategis mereka untuk mengaktualisasikan Islam cita-cita dalam konteks politik kenegaraan sebagaimana yang mereka pahami.” 

Di bagian kesimpulan, Buya Syafii dengan tegas mengatakan, “...Baik Alquran maupun Nabi Muhammad SAW tidak menetapkan pola teri tentang negara yang harus diikuti oleh umat Islam di berbagai negeri, asal prinsip syura dijalankan dan dihormati sepenuhnya. Apa yang disebut teori politik islam dalam bentuk khilafah ataupun imamah… tidak lebih dari sekadar usaha intelektual untuk memenuhi dan menjawab tuntutan sejarah dan tantangan zaman.”

Terhadap Islam dan demokrasi, Buya memaparkan, “...sistem politik demokrasi sebagai bentuk modern dari pelaksanaan prinsip syura, namun suatu teori politik Islam yang komprehensif, sistematis, dan dapat beroperasi belum lagi ditemui dalam literatur Islam modern. Hal ini merupakan salah satu kendala mengapa usaha usaha untuk menciptakan suatu negara Islam, atau suatu negara berdasarkan Islam, menghadapi kesulitan yang menggunung.” 

Menyoroti politik Islam di Indonesia, Buya Syafii dengan lugas menggambarkan, “Pada tahun 1955 Pemilihan Umum pertama diselenggarakan di Indonesia. Sekalipun partai partai Islam terpecah dalam menghadapi pemilu itu, namun mereka tetap berada di dalam satu front dalam memperjuangkan suatu negara Islam atau suatu negara berdasarkan Islam bagi Indonesia merdeka. Slogan tentang negara berdasarkan Islam merupakan salah satu tema penting dalam kampanye pemilu mereka… Perdebatan tentang dasar negara dalam Majelis Konstituante untuk memilih antara Pancasila atau Islam berlangsung dengan sengit selama 20 bulan, tanpa mencapai suatu keputusan.” 

Tak lupa, Buya Syafii juga meneropong masa depan Islam di Indonesia. Dalam pandangannya, ia menilai, “Masa depan Islam di Indonesia tampaknya akan banyak bergantung pada berhasil atau gagalnya umat Islam merumuskan kembali hukum hukum syariah untuk memenuhi kebutuhan umat sekarang ini. Proses Islamisasi yang cepat dan hebat dalam masyarakat kontemporer Indonesia, benar-benar menuntut suatu bingkai kerja intelektual yang kukuh, di dalamnya prinsip prinsip moral dan etik Alquran dapat diformulasikan dengan penuh makna dan sistematis, dan kemudian di atas landasan prinsip prinsip moral inilah, prinsip prinsip Islam yang lain ditegakkan dengan mantap. Dalam jangkauan maknanya yang komprehensif inilah, sebenarnya, salah satu tujuan pokok dari kerja ijtihad.”

Selamat jalan Buya Syafii.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement