Allah adalah Al-Muhshi, yang dapat diartikan sebagai Yang Maha Mengalkulasi. Nama ini tidak termaktub di dalam al-Qur’an. Akan tetapi, beberapa ayat menyebutkan perbuatan Allah mengalkulasi. Dinyatakan bahwa Allah menghitung segala sesuatu.
وَأَحْصَىٰ كُلَّ شَيْءٍ عَدَدًا
“Dan Dia telah menghitung bilangan segala sesuatu.” (al-Jinn: 28).
Perbuatan menghitung di sini dipahami dalam pengertian bahwa Allah menentukan, mengetahui dan mencatat kadar atau jumlah segala sesuatu secara akurat, baik itu berkaitan dengan ciptaan dan peristiwa maupun berkaitan dengan amal manusia dan balasannya.
Allah menghitung semua yang ada di langit dan bumi. “Sungguh Allah telah menjumlah mereka dan menghitung mereka dengan teliti.” (Maryam: 94). Allah mengetahui dengan amat teliti perincian segala sesuatu dari segi kuantitas, kadar, atau ukurannya, baik itu tentang panjang, lebar, tinggi, luas atau volumenya, tentang posisi, waktu, atau jaraknya, dan lain sebagainya hingga meliputi segala dimensinya.
Allah pun mengalkulasi segala perbuatan manusia, menilainya dan akan mengabarkan hasil hitungan dan penilaian itu setelah mereka dibangkitkan dari alam kubur. (al-Mujadilah: 6). Semuanya Allah bukukan secara rapi dan tepat di suatu Kitab Induk (Yasin: 12; an-Naba’: 29). Banyaknya makhluk tidak membuat Allah kesulitan untuk menghitung balasan untuk amal manusia maupun untuk pengaruh amal (atsar)-nya.
Ilmu Allah meliputi manusia dan amal perbuatannya – termasuk yang ada dalam hati dan pikirannya. Tak seorang pun dari manusia, dan amal perbuatannya, yang tidak diketahui dan dinilai oleh Allah. Oleh karena itu, manusia yang menyadari bahwa dirinya adalah hamba Al-Muhshi akan berusaha untuk meninggalkan perbuatan maksiat sekecil apa pun, dan tidak pula mau meremehkan amal baik sekecil apa pun. Ia tidak akan ragu bahwa setiap perbuatannya dicatat dan akan mendapat balasan dari Allah secara terperinci. Catatan dan balasan dari perbuatannya tidak akan terhapus walaupun ia sendiri sudah tidak mengingatnya. Catatan dan balasan dari perbuatannya akan akurat walaupun ia sendiri tidak mampu untuk menghitungnya.
Nama indah Al-Muhshi semestinya juga menyadarkan manusia akan kelemahan-kelemahannya, karena Allah dapat mengalkulasi segala apa yang tidak dapat manusia kalkulasi. Nama indah Al-Muhshi juga seyogianya menuntun manusia pada sikap bersyukur atas karunia-Nya, karena nikmat-Nya sungguh tidak sanggup dihitung olehnya. “Jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah kamu akan dapat menentukan jumlahnya.” (Ibrahim: 34; an-Nahl: 18).
Izza Rohman, Dosen Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA, Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid PWM DKI Jakarta
Sumber: Majalah SM Edisi 18 Tahun 2019