Sabtu 04 Jun 2022 00:50 WIB

Gedung Putih Kaji Pajak Keuntungan Migas untuk Danai Rabat Konsumen

Harga energi yang tinggi membuat produsen migas memperoleh keuntungan besar tahun ini

Ladang pengeboran migas (ilustrasi)
Foto: AP PHOTO
Ladang pengeboran migas (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Gedung Putih sedang mempertimbangkan proposal kongres yang dapat mengenakan pajak atas keuntungan produsen minyak dan gas (migas) guna memberikan manfaat bagi konsumen yang berjuang dengan harga energi yang lebih tinggi, kata seorang pejabat AS, Kamis (2/6/2022)."Ada berbagai proposal menarik dan pilihan desain tentang windfall profits tax (pajak rezeki nomplok/keuntungan tak terduga)," kata Bharat Ramamurti, wakil direktur Dewan Ekonomi Nasional Presiden Joe Biden, dalam diskusi panel yang disponsori oleh lembaga pemikir Roosevelt Institute.

"Kami telah melihat dengan cermat masing-masing dari mereka dan terlibat dalam percakapan dengan Kongres tentang desain."

Baca Juga

Harga energi yang tinggi telah menyebabkan rekor keuntungan bagi produsen minyak besar tahun ini. Exxon Mobil Corp, produsen minyak terbesar AS, menggandakan laba kuartal pertama menjadi 5,48 miliar dolar AS dan mengatakan akan membeli kembali sahamnya tiga kali lipat hingga 2023 menjadi 30 miliar dolar AS.

Pemerintahan Biden telah mengkritik produsen karena "duduk" di atas keuntungan dan tidak berinvestasi dalam produksi lebih lanjut untuk menurunkan harga.Inggris pekan lalu mengumumkan windfall tax 25 persen atas keuntungan produsen minyak dan gas, di samping paket dukungan 15 miliar pound (18,9 miliar dolar AS) untuk rumah tangga.

"Satu hal yang ingin Anda ketahui ketika Anda melihat proposal semacam itu adalah bagaimana hal itu akan mempengaruhi pasokan juga," kata Ramamurti. 

"Saya tidak berpikir itu rintangan yang tidak dapat diatasi, tetapi ini adalah pertanyaan penting pada saat jelas ada masalah pasokan."

Saham Exxon dan rekannya Chevron Corp turun kurang dari satu persen dalam perdagangan di New York Stock Exchange pada Kamis (2/6/2022).Satu proposal yang didukung oleh 15 senator dari Partai Demokrat dan beberapa anggota DPR akan mengenakan pungutan pada perusahaan minyak besar setiap tiga bulan untuk minyak mentah yang diproduksi di dalam negeri atau diimpor.

Konsumen kemudian akan dibayar potongan pajak yang bisa mencapai beberapa ratus dolar per tahun, tetapi RUU Demokrat menghadapi prospek yang tidak pasti di Kongres."Saya tidak berpikir itu akan terjadi di AS, terutama karena Senat terpecah," ujar John Hess, kepala eksekutif produsen minyak Hess Corp pada konferensi industri, Kamis (2/6/2022). 

"Saya tidak berpikir (swing vote Senator) Joe Manchin akan memilihnya."

Biden berada di bawah tekanan untuk meredakan guncangan harga bensin menjelang pemilihan paruh waktu November dengan kendali Partai Demokrat atas Kongres dipertaruhkan. Ekonomi AS memiliki pertumbuhan terkuat dalam hampir empat dekade pada 2021, setelah pemerintah menggelontorkan triliunan dolar dalam bantuan Covid-19 ke dalam perekonomian, dan Federal Reserve mempertahankan biaya pinjaman mendekati nol.

Upaya penyelamatan membantu mendorong pengangguran turun menjadi 3,6 persen dari level tertinggi di era pandemi sebesar 15 persen, tetapi juga meningkatkan belanja konsumen yang telah berkontribusi, bersama dengan perang di Ukraina, ke harga yang lebih tinggi.

Harga-harga naik 8,3 persen pada April dari tahun sebelumnya, menurut Departemen Tenaga Kerja, tetapi tingkat pertumbuhan melambat karena harga bensin turun dari rekor tertinggi. Tren itu menunjukkan bahwa inflasi mungkin telah mencapai puncaknya.

sumber : Antara/Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement