Selasa 07 Jun 2022 22:12 WIB

Akademisi: Semangat Fatwa MUI No. 32 Tahun 2022 Memperkokoh Prinsip Ibadah Kurban

Kementan mengapresiasi MUI yang merilis fatwa hewan kurban di tengah wabah PMK

Pedagang menggiring sapi dagangannya di Pasar Hewan Ngadirejo, Temanggung, Jawa Tengah, Rabu (25/5/2022). Kementan mengapresiasi MUI yang merilis fatwa hewan kurban di tengah wabah PMK. Ilustrasi.
Foto: ANTARA/Anis Efizudin
Pedagang menggiring sapi dagangannya di Pasar Hewan Ngadirejo, Temanggung, Jawa Tengah, Rabu (25/5/2022). Kementan mengapresiasi MUI yang merilis fatwa hewan kurban di tengah wabah PMK. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan fatwa Nomor 32 Tahun 2022 tentang tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban Saat Kondisi Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang ditetapkan pada tanggal 31 Mei 2022. Menurut Akademisi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN Jakarta), Atabik Luthfi, fatwa tersebut memperkokoh semangat dan prinsip ibadah kurban. 

"Prinsip ibadah itu adalah sesuai dengan tujuan dan hikmahnya. Ibadah kurban itu adalah ibadah syiar. Hikmahnya itu adalah orang ingin membantu sesamanya melalui hewan atau daging-daging yang baik," kata Atabik saat dihubungi, Selasa (7/6/2022).

Baca Juga

Oleh karena itu, menurutnya tidak mungkin orang yang ingin membantu dengan daging  yang tidak bagus atau hewan yang tidak baik. "Parameter hewan itu disebut baik adalah harus sehat dan tidak cacat," ujarnya.

Atabik melanjutkan, selama ini ada kekeliruan di kalangan masyarakat yang menganggap pekurban harus menyaksikan langsung bahkan menyembelih hewan kurban sendiri. Sementara, menurutnya tidak semua orang menguasai teknis penyembelihan yang sesuai dengan tuntunan yang sudah dicontohkan Nabi Muhammad Saw.

"Itu bukan esensi kurban. Melainkan teknis pelaksanaan kurban. Pada tataran ini, bisa menyesuaikan dengan keadaan sehingga tidak masalah orang tidak menyaksikan. Pun tidak masalah tidak terlibat langsung dalam penyembelihan yang penting nilai manfaat  dirasakan banyak orang," imbuh Atabik.

Seperti diketahui, fatwa MUI Nomor 32 tahun 2022 menyebutkan untuk mencegah peredaran PMK melalui pembatasan pergerakan ternak dari daerah wabah PMK ke daerah lain yang menyebabkan kurangnya stok, umat Islam yang hendak berkurban dapat berkurban di daerah sentra ternak baik secara langsung maupun tidak langsung dengan mewakilkan (takwil) kepada orang lain.

Kemudian, umat Islam yang melaksanakan kurban tidak harus menyembelih sendiri dan/ atau menyaksikan langsung proses penyembelihan. Oleh karena itu Atabik yang juga menjabat sebagai Ketua Bidang Dakwah dan Keumatan Pengurus Pusat Ikatan Da'i Indonesia (Ikadi) menganjurkan dalam teknis penyembelihan hewan kurban dilakukan oleh Juru Sembelih Halal (Juleha) atau orang yang memiliki kompetensi.

"Alih-alih ingin ingin berkurban, tapi tidak tahu cara penyembelihannya justru malah jadi bangkai kalau salah, dan haram dimakan," kata Atabik mengenyam pendidikan dari Pondok Modern Gontor ini.

Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian Kuntoro Boga Andri menyampaikan apresiasi kepada MUI yang telah mengeluarkan fatwa. Dengan adanya fatwa tersebut, masyarakat menurutnya akan lebih khusyuk dan khidmat dalam melaksanakan kurban.

"Kementan telah melakukan upaya dalam menjamin ketersediaan hewan kurban serta pendampingan kepada RPH menjelang Idul Adha di tengah pengendalian wabah PMK, fatwa MUI itu adalah bentuk dukungan kepada pemerintah sekaligus payung hukum bagi umat Islam sehingga dalam menjalankan kurban bisa lebih khusyuk dan khidmat," jelasnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement