Rabu 22 Jun 2022 23:04 WIB

Guru Besar UI Tanggapi Soal 'Sikap Netral' RI Terkait Konflik Rusia-Ukraina

Dalam politik luar negeri Indonesia, terma ‘netral’ adalah istilah yang tak dikenal.

Petugas SAR dan penduduk setempat mengambil mayat dari bawah puing-puing sebuah bangunan setelah serangan udara Rusia di Lysychansk, wilayah Luhansk, Ukraina, Kamis, 16 Juni 2022.
Foto: AP/Efrem Lukatsky
Petugas SAR dan penduduk setempat mengambil mayat dari bawah puing-puing sebuah bangunan setelah serangan udara Rusia di Lysychansk, wilayah Luhansk, Ukraina, Kamis, 16 Juni 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Sikap Indonesia yang ‘netral’ dalam persoalan invasi Rusia ke Ukraina dipertanyakan Profesor Maswadi Rauf. Guru besar ilmu politik Universitas Indonesia (UI) itu mengatakan, dalam politik luar negeri Indonesia, terma ‘netral’ adalah istilah yang tidak dikenal.  

“Bisa saya katakan, kata ‘netral’ adalah istilah yang tidak dikenal dalam politik luar negeri Indonesia,” kata Prof Maswadi.

Baca Juga

Ia mengatakan hal itu dalam acara peluncuran buku 'Cinta Keduaku Berlabuh di Ukraina' karya mantan Duta Besar Indonesia untuk Ukraina, Georgia dan Armenia, Profesor Dr Yuddy Chrisnandi, yang berlangsung di Aula Harian Umum ‘Pikiran Rakyat’, Jalan Asia-Afrika, Bandung, Selasa (21/6) sore.   

Prof Maswadi menegaskan, negara kita memiliki istilah tersendiri yang lebih cederung menegaskan sikap proaktif. “Kita memilih memakai terma bebas aktif dalam politik luar negeri,”kata dia. Karena itu, kata Prof Maswadi, dirinya mempertanyakan mengapa Indonesia memilih dan menyatakan sikap ‘netral’ dalam sengkarut kemanusiaan yang tengah berlangsung di Ukraina tersebut. 

“Mengapa Indonesia mengambil sikap tersebut? Mengapa menyatakan ‘netral’, sementara jelas-jelas politik luar negeri Indonesia adalah bebas-aktif,” kata Prof Maswadi, yang didaulat memberikan sambutan pertama mengomentari buku yang membahas sisi-sisi budaya dan kemanusiaan yang dialami Dubes Yuddy selama bertugas di Ukraina. 

“Apa mentang-mentang karena Indonesia jadi presiden G-20?” tanya Prof Maswadi, cenderung retoris. Bagi guru besar ilmu politik tersebut, apa salahnya bersikap ‘bebas-aktif’, termasuk bebas untuk menyatakan dengan tegas siapa yang bersalah dalam sengkarut tersebut. 

Bagi Prof Maswadi, ‘netral’-nya Indonesia juga cenderung tak selorong dengan Dasa Sila Bandung yang dihasilkan bangsa-bangsa dunia ketiga dalam Konferensi Asia-Afrika (KAA) tahun 1955. Menurut Prof Maswadi, dari 10 poin hasil pertemuan KAA tersebut, setidaknya empat di antaranya relevan dengan persoalan perang Ukraina-Rusia saat ini. 

Keempat sila itu adalah sila kedua, menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa; sila keempat yakni tidak melakukan intervensi atau campur tangan dalam soalan-soalan dalam negeri negara lain; sila kelima menghormati hak-hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri secara sendirian ataupun kolektif yang sesuai dengan Piagam PBB; sila ketujuh, tidak melakukan tindakan-tindakan ataupun ancaman agresi maupun penggunaan kekerasan terhadap integritas wilayah maupun kemerdekaan politik suatu negara.

"Serta sila kedelapan, yakni menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan jalan damai, seperti perundingan, persetujuan, arbitrasi, ataupun cara damai lainnya, menurut pilihan pihak-pihak yang bersangkutan sesuai dengan Piagam PBB,"kata dia.

Sementara itu, berkenaan dengan peluncuran buku Yuddy Chrisnandi, Dekan Fakultas Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Politik (FISIP) Universitas Padjadjaran (UNPAD), Widya Setiabudi, mengakui besarnya pengaruh Yuddy dalam kehidupan masa mudanya. Agak hiperbolis Widya mencontohkan perkataan Imam Hanafi (Abu Hanifah) soal pengaruh Imam Ja’far Ash-Shadiq dalam hidupnya. 

“Kalau Imam Hanafi mengatakan, Celakalah Nu’man—nama muda Imam Hanafi—kalau saja tak pernah bertemu Ja’far Ash-Shadiq, maka saya boleh juga mengatakan, ”Celakalah Widya bila tak sempat bertemu Yuddy Chrisnandi,” kata dekan FISIP UNPAD tersebut, disambut tepuk tangan hadirin yang memenuhi Aula HU Pikiran Rakyat itu.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement