Jumat 08 Jul 2022 14:59 WIB

Legislator PDIP Pertanyakan Alasan Harga Sawit Turun karena Ukraina

anjloknya harga TBS sawit petani itu adalah akibat kerusakan rantai pasok.

Red: Muhammad Akbar
Petani di kebun kelapa sawit.  (Ilustrasi)
Foto: Darmawan/Republika
Petani di kebun kelapa sawit. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deddy Yevri Sitorus, Anggota Komisi 6 DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, meminta Menko Marves Luhut Panjaitan agar jangan buang badan soal anjloknya harga TBS Sawit dan CPO.

“Kalau Pak Luhut bilang itu karena Ukraina buka keran ekspor bunga matahari dan memangkas pajak ekspor, itu namanya buang badan dan tidak bertanggung jawab,” kata Deddy dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (8/7/2022).

Anggota Komisi 6 dari Fraksi PDI Perjuangan itu berpendapat bahwa anjloknya harga TBS sawit petani itu adalah akibat kerusakan rantai pasok terkait moratorium ekspor, mekanisme perizinan ekspor (PE) yang memakan waktu, kebijakan distribusi minyak goreng yang kacau, tingginya beban pungutan ekspor dan flusing out.

Kekacauan itulah yang menyebabkan harga TBS petani hancur dibawah kewajaran, kata Deddy.

“Jadi jangan cari kambing hitam soal Ukraina sebab harga ke-ekonomian TBS dan CPO itu ambruk karena kapasitas tangki yg overload shgg tidak mampu menampung TBS dan siklus CPO nya tidak bisa berjalan normal,” katanya.

Lebih jauh Deddy menjelaskan bahwa pengelolaan CPO dan minyak goreng dibawah Luhut Panjaitan itu gagal total. Ekspor tertahan dan merugikan negara, perusahaan sedang dirugikan karena kualitas CPO menurun dan petani kecil menjerit karena harga yang terjun bebas.

Bahkan di saat demand global menurun nyaris 30%, harga TBS dan CPO tetap rontok dibawah harga keekonomian.

“Kenapa? Karena rantai pasok komoditas tersebut tersendat,” ujarnya.

Kondisi inilah yang kemudian mendorong pasar global mencari jalan keluar untuk memenuhi kebutuhan mereka akan minyak nabati. Dan itu didapat dari mulai mengalirnya minyak nabati selain sawit di dunia, salah satunya minyak bunga matahari dari Ukraina.

“Jadi masalahnya ada pada pengelolaan industri sawit di Indonesia yang carut marut, bukan semata-mata karena pengaruh global,” ujar Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Kalimantan Utara ini.

Oleh karena itu menurut Deddy, jalan keluarnya adalah memperbaiki mata rantai produk sawit dimana jaminan pasokan dalam negeri terjaga baik volume maupun harganya.

“Sudah saatnya kebijakan DMO dan DPO dievaluasi, pungutan yang berlebihan dikurangi, distribusi dan cadangan nasional dikendalikan dengan baik,” tutup Deddy.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement