REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mendorong upaya peningkatan produktivitas sapi nasional. Langkah peningkatan produktivitas menjadi keharusan saat ini demi meminimalisasi dampak negatif dari wabah penyakit mulut dan kuku (PMK).
Peneliti CIPS, Aditya Alta, mengatakan, terdapat beberapa faktor yang menghambat produksi sapi lokal, di antaranya rantai distribusi yang panjang, dan transportasi dan logistik berbiaya tinggi karena karakteristik negara kepulauan yang besar.
Aditya menjelaskan, terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas sapi nasional. Pemerintah, kata dia, dapat memfasilitasi akses peternak kepada teknologi. Upaya itu dapat dicapai dengan dukungan program peningkatan kapasitas dari LSM, swasta, dan donor, dapat memfasilitasi arus informasi pasar yang berkelanjutan antara petani, koperasi, dan perusahaan.
Kurangnya informasi pasar telah menghalangi peternak untuk melihat peluang melakukan negosiasi harga yang lebih baik. Pemerintah juga harus memastikan industri peternakan yang kompetitif dengan menghilangkan hambatan perdagangan dan investasi, seperti persyaratan modal minimum untuk investasi baru untuk mengundang lebih banyak investor ke pasar.
"Dengan lebih banyak perusahaan pengolahan sebagai pembeli potensial, peternak dapat menegosiasikan harga yang lebih baik," dalam keterangan tertulis diterima Republika.co.id, Ahad (10/7/2022).
Berikutnya adalah mendorong transfer teknologi melalui kemitraan antara peternak dan perusahaan. Kemitraan dapat membuka akses peternak kepada pasar dan meningkatkan kualitas, karena adanya kewajiban untuk menghasilkan daging, susu, atau produk turunannya sesuai standar.
Adapun, untuk sektor sapi perah, misalnya, diperlukan perubahan fokus kebijakan peternakan sapi dari peningkatan populasi sapi menjadi peningkatan produktivitas susu.
"Sebab, lebih banyak ternak berarti lebih banyak lahan yang digunakan untuk pakan, padahal keterbatasan lahan sudah menjadi tantangan utama ketersediaan pangan nasional," katanya.
Meski demikian, peningkatan produktivitas peternakan juga tergantung pada akses peternak terhadap pakan. Oleh karena itu, koordinasi lintas kementerian, misalnya antara Bappenas dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang, perlu dilakukan untuk menyelaraskan aturan tata guna lahan dengan penyediaan pakan sapi yang berkelanjutan.
Pemerintah juga perlu memastikan ketersediaan pakan sapi berkualitas yang dapat diakses dengan harga terjangkau oleh peternak.
Aditya menambahkan, menjelang momen Idul Adha, walaupun ada surplus pada jumlah hewan kurban, harga sapi kurban tetap naik sebesar 20-40 persen. Kenaikan harga itu karena tingginya biaya yang harus dikeluarkan peternak untuk pemeriksaan kesehatan, transportasi, dan biaya pakan selama karantina hewan. Kenaikan harga ditambah dengan kekhawatiran akibat virus PMK menyebabkan penurunan permintaan hewan kurban sebesar 30-40 persen di beberapa daerah seperti Aceh, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara.