Ahad 10 Jul 2022 19:38 WIB

Epidemiolog Nilai Syarat Wajib Vaksin Booster untuk Pelaku Perjalanan Tepat

Prinsip mencegah lebih baik daripada mengobati yang terinfeksi lebih baik.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Seorang calon penumpang mengikuti vaksinasi booster COVID-19 di Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (8/7/2022). PT Angkasa Pura cabang Bandara Soetta membuka gerai vaksin COVID-19 untuk mempermudah calon penumpang yang belum melakukan vaksinasi booster yang rencananya akan menjadi syarat wajib untuk bepergian dengan pesawat terbang.
Foto: ANTARA/Muhammad Iqbal
Seorang calon penumpang mengikuti vaksinasi booster COVID-19 di Terminal 2 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (8/7/2022). PT Angkasa Pura cabang Bandara Soetta membuka gerai vaksin COVID-19 untuk mempermudah calon penumpang yang belum melakukan vaksinasi booster yang rencananya akan menjadi syarat wajib untuk bepergian dengan pesawat terbang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Demi meningkatkan perlindungan bagi masyarakat saat bepergian, Pemerintah menyesuaikan aturan perjalanan dalam dan luar negeri melalui 2 Surat Edaran (SE) Satgas Penanganan Covid-19. Salah satu aturan yang diperbaharui vaksinasi dosis ketiga atau booster dijadikan syarat wajib perjalanan pelaku perjalan dengan seluruh moda transportasi.

Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman memandang kebijakan wajib vaksin booster menjadi syarat perjalanan merupakan langkah yang tepat. Menurutnya, aturan wajib bosster sangat penting mengingat ada masyarakat yang mulai tidak peduli atau tidak mengetahui pentingnya vaksin booster untuk kesehatan.

Baca Juga

"Untuk rencana pemerintah yang akan menerapkan vaksin booster yang menjadi syarat perjalanan dan masuk mal saat ini, memang harus seperti itu," ujar Dicky saat dihubungi Republika, Ahad (10/7/2022).

Dicky mengatakan, dengan kebijakan ini diharapkan akan menjamin untuk mengurangi risiko mereka terpapar. Karena, pengendalian pandemi Covid-19, harus mengacu pada prinsip mencegah lebih baik daripada terinfeksi.

Dicky yang juga Panel Ahli WHO SEARO untuk Pemulihan Pandemi itu mengatakan infeksi Covid-19 akan semakin parah jika menginfeksi orang dengan komorbiditas atau penyakit penyerta, dan orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah. Bahkan, masyarakat yang terinfeksi berulang kali itu sangat berdampak serius dengan potensi keparahan ataupun kematian menjadi lebih besar.

"Selain terdapat potensi yang disebut long Covid-19, yang akan menurunkan kualitas kesehatan yang bersangkutan di masa depan," ujar dia.

Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof. Wiku Adisasmito menyatakan adanya kebijakan baru ini diharapkan dapat meningkatkan perlindungan dan juga untuk memacu program booster vaksinasi di dalam dan luar negeri. Sehingga, masyarakat yang sudah booster tidak menulari orang lain jika sedang bepergian.

Wiku menyebutkan, kebijakan masuk bagi PPLN ke Indonesia masih sama seperti sebelumnya. Namun, PPLN perlu menyesuaikan kebijakan PPDN jika akan bepergian secara domestik atau di dalam Indonesia.

"Kebijakan akan berlaku per 17 Juli, dan akan dievaluasi setelah berjalan. Satgas merilis kebijakan 10 hari sebelumnya sebagai pra kondisi, sehingga masyarakat punya waktu untuk mendapatkan vaksin booster,"ujar Wiku.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement