Bagi sebagian besar penduduk Indonesia, terutama umat Islam, kejelasan identitas calon pemimpin tentu sangat penting dalam menjatuhkan pilihan politiknya. Maka isu identitas keislaman kontestan capres-cawapres sejak awal mulai disoroti publik dan sampai sekarang pun tetap hangat dipolitisasi.
Maka tidak heran dalam beberapa kesempatan, masing-masing tim kampanye berlomba menunjukkan betapa islaminya calon yang mereka usung, baik dengan menampakkan aktivitas ibadah, kunjungan ke pesantren atau sekedar komentar positif dari tokoh islam. Bahwa sang calon memiliki spirit dan akhlak islami. Semua itu dalam rangka meningkatkan elektabilitas calonnya.
Padahal, menilai ketaatan seseorang dalam beragama tidak bisa diukur dari spirit dan akhlaknya semata, apalagi kalau hanya sekedar menampilkan simbol agama saja.
Visi, misi dan prestasi tentu layak diuji. Apakah berkontribusi positif bagi kepentingan umat atau malah sebaliknya. Tentunya publik dapat menilai itu dengan jelas.
Islam merupakan agama yang berisi petunjuk kehidupan dan setiap pemeluknya wajib terikat dengan aturan Islam, baik skala individu, masyarakat dan negara. Sederhananya, untuk menilai kualitas agama seseorang, lihatlah sejauh mana ia menerapkan aturan agamanya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, bukan untuk kepentingan pencitraan semata.
Pengirim: Ummu Athiyah, Pemerhati Masalah Sosial, Tinggal di Makassar