REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pasangan suami istri yang normal, tentu sangat menantikan kehadiran anak pasca menikah. Itu sudah merupakan tabiat manusia normal.
Pengasuh Pesantren Tunas Ilmu Purbalingga sekaligus dosen Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyyah Imam Syafi'i Jember, Ustadz Abdullah Zaen Lc MA, menjelaskan pria berharap ada anak yang melanjutkan nasabnya.
Wanita berharap bisa menyalurkan naluri keibuannya. Menimang, menyusui, merawat, dan mengungkapkan perasaan sayangnya kepada anak.
“Manusia boleh berkehendak. Namun, pada akhirnya, kehendak Allah SWT-lah yang menentukan segala sesuatu," kata Ustadz Abdullah dalam keterangan tertulisnya kepada Republika.co.id, Selasa (12/7/2022). Dia pun mengutip firman Allah SWT sebagai berikut:
"لِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ يَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ إِنَاثًا وَيَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ الذُّكُورَ . أَوْ يُزَوِّجُهُمْ ذُكْرَانًا وَإِنَاثًا وَيَجْعَلُ مَنْ يَشَاءُ عَقِيمًا إِنَّهُ عَلِيمٌ قَدِيرٌ"
Artinya: “Milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi. Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki. Memberikan anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki, dan memberikan anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki. Atau Dia menganugerahkan anak laki-laki dan perempuan. Dan menjadikan mandul siapa yang dikehendaki-Nya. Dia Mahamengetahui, Mahakuasa.” (QS Asy Syura ayat 49-50)
Ustadz Abdullah menjelaskan, realita yang termaktub di ayat di atas bahkan juga dialami para nabi dan rasul ‘alaihimush shalatu was salam. Nabi Luth ‘alaihissalam semua anaknya perempuan, beliau tidak memiliki anak laki-laki.
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam tidak memiliki anak perempuan, semua anaknya laki-laki. Nabi Adam ‘alaihissalam dan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dikaruniai anak laki-laki dan perempuan. Sedangkan, Nabi Yahya ‘alaihissalam tidak dikaruniai anak. (Baca: Tafsir al-Baghawiy dan Tafsir al-Qurthubiy)
"Jika para manusia istimewa tersebut di atas saja mengalami kondisi ini, apalagi manusia biasa," kata Ustadz Abdullah.
Ustadz Abdullah melanjutkan, ayat barusan ditutup dengan dua nama Allah SWT yaitu Al-‘Alim (Mahamengetahui) dan Al-Qadir (Mahakuasa). Ini menarik untuk direnungkan.
Allah SWT menakdirkan beragam macam kondisi orang tua dipandang dari sisi karunia anak, sebab Dia Mahamengetahui siapakah di antara hamba-Nya yang berhak mendapat karunia tersebut dan siapa yang tidak. Selain itu Allah SWT juga Mahakuasa untuk menakdirkan kondisi yang berbeda-beda tersebut. (Baca: Tafsir Ibnu Katsir).
Ustadz Abdullah mengatakan, keterangan di atas bukan untuk menghalangi manusia berikhtiar agar mempunyai anak. Selama ikhtiar itu dibenarkan agama. Namun untuk menjelaskan bahwa yang akan menentukan berhasil atau tidaknya ikhtiar tersebut adalah Allah Ta’ala.
"Peluang itu tidak punah. Ternyata tidak memiliki anak di dunia, bukan berarti tidak bisa memilikinya di akhirat. Yang penting dia adalah mukmin dan menjadi ahli surga," kata Ustadz Abdullah.
Baca juga: Bukti-Bukti Meyakinkan Mualaf Gladys Islam adalah Agama yang Paling Benar
Dia lantas mengutip hadits Rasulullah SAW yang menerangkan fakta berikut ini:
المُؤْمِنُ إِذَا اشْتَهَى الوَلَدَ فِي الجَنَّةِ كَانَ حَمْلُهُ وَوَضْعُهُ وَسِنُّهُ فِي سَاعَةٍ كَمَا يَشْتَهِي
“Seorang mukmin yang sangat ingin memiliki anak, di surga kelak dia bisa mengandungnya, melahirkannya dan tumbuh besar dalam sesaat, sesuai dengan yang dia inginkan.” (HR Tirmidziy dari Abu Sa’id al-Khudriy radhiyallahu ‘anhu dan dinilai sahih Ibn Hibban). Ini adalah satu bukti kebenaran firman Allah Ta’ala:
"وَفِيهَا مَا تَشْتَهِيهِ الأنْفُسُ وَتَلَذُّ الأعْيُنُ وَأَنْتُمْ فِيهَا خَالِدُونَ"
Artinya: “Di dalamnya (surga) terdapat segala apa yang diinginkan hati dan indah (dipandang) mata, serta kalian kekal di dalamnya.” (QS Az Zukhruf ayat 71).