REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Surat Al Muthaffifin (1-6) dalam Alquran sudah menjelaskan tentang orang-orang yang curang. Tidak cuma menjurus kepada orang-orang tertentu, tapi sifat curang itu ada di setiap diri manusia, tergantung mereka mengendalikannya.
Pengurus TQN Al Utsmaniyyah, Ustaz Tajul Muluk mengingatkan, itu tidak cuma menimpa pebisnis besar. Sebab, orang-orang kecil bisa pula terjebak perilaku curang, sehingga Al Muthaffif memiliki makna ganda, dan ancamannya neraka wail.
"Jadi, bukan perilaku spiritual saja, tapi juga yang berkaitan dengan ekonomi atau dagang," kata Tajul dalam Kajian Tafsir yang digelar Takmir Masjid Ulil Albab Universitas Islam Indonesia (UII) di Masjid Ulil Albab UII, Selasa (12/7/2022).
Ia menjelaskan, ancaman dan peringatan yang ada di Alquran bukan cuma diberikan kepada orang-orang yang soleh, tapi ancaman tersebut berlaku kepada masyarakat umum. Termasuk, ke ranah pekerjaan umum yang sehari-hari dilakukan masyarakat.
Ancaman siksaan Allah bukan hanya yang soleh, tapi ranah-ranah jasa. Sepanjang orang itu merupakan orang yang curang, maka ganjarannya sama. Apalagi, ketika pedagang kecil, mungkin korban justru tidak sebanyak pebisnis-pebisnis besar.
"Tapi, perlu diingat, semakin banyak korbannya semakin luas wilayah obyek penipuannya, dosanya semakin besar," ujar Tajul.
Merefleksi periode Nabi Muhammad SAW, perilaku berbuat curang nyatanya telah ada dalam masyarakat saat itu. Salah satu tokoh tersebut yaitu Abu Juhainah, dikenal sebagai pedagang yang licik karena sering mengurangi takaran barang konsumennya.
Pada zaman Nabi Muhammad, Abu Juhainah merupakan tokoh yang sangat dikenal atas kecurangan dalam berdagang. Karenanya, ketika kita hari ini ingin cepat menjadi kaya dengan cara seperti itu, bisa dibilang kita penjelmaan dari Abu Juhainah.
Terakhir, ia mengingatkan, masih ada lebih banyak praktek gelap lainnya yang sangat sering diterapkan saat bertransaksi. Karenanya, Tajul mengimbau untuk tidak terjerumus ke praktek-praktek yang merugikan umat dan merusak mashlahah.
Muthoffif, lanjut Tajul, merupakan kecurangan yang spesifik. Kalau kita tarik ke dunia perdagangan ada istilah jual beli yang fasik. Muthaffif itu bagian besar bandar penipu, salah satu bagian di rumah besarnya yaitu mengurangi timbangan.
"Contoh lain itu beli barang di foto bagus mengkilat, begitu datang ternyata jelek. Kita harus hati-hati jangan sampai kita yang berperilaku demikian," ujar Tajul.