REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Setelah mundurnya Boris Johnson dari kursi Perdana Menteri (PM) Inggris, kelompok komunitas Muslim di negeri ini menyerukan PM yang baru mengatasi Islamofobia di negeri Ratu Elizabeth ini.
Dewan Muslim Inggris menekankan siapa pun yang memenangkan pemilihan untuk menggantikan Boris Johnson harus mewakili semua orang, termasuk Muslim. Termasuk PM Inggris yang baru juga harus memerangi Islamofobia sistemik di Partai Konservatif yang berkuasa dengan serius.
"Saat partai mencari pengganti Perdana Menteri Boris Johnson, siapa pun yang menang harus mewakili semua orang dan mereka harus memastikan bahwa mereka melakukannya dengan adil,” kata Sekretaris Jenderal Dewan Muslim Inggris Zara Mohammed.
“Kami ingin melihat kandidat baru ini benar-benar menanggapi masalah Islamophobia ini dengan serius, karena ini cukup mendalam,” katanya menambahkan. Hal ini ia sampaikan dalam sebuah wawancara eksklusif yang diterbitkan oleh surat kabar Inggris Metro, Kamis (14/7/2022).
Dia mengatakan menemukan lebih dari 300 kasus islamofobia, serta anggota senior partai sendiri mengeluhkan masalah tersebut. Dia menekankan perlunya komitmen PM terhadap toleransi nol terhadap islamofobia. Ini harus menjadi sebuah janji partai, akan ada tindakan di mana muncul komentar islamofobia, apakah itu pemecatan, apakah itu disiplin.
"Pimpinan partai harus menjelaskan perilaku seperti itu benar-benar tidak dapat diterima,” tambahnya.
Mohammed tidak membahas salah satu dari lima kandidat yang tersisa dalam perebutan jabatan perdana menteri. Tetapi justru menyebut aksi diam Boris Johnson juga mengkhawatirkan, karena tidak bersuara lantang menentang Islamophobia ini tentang masalah ini dan komentar yang membandingkan wanita yang mengenakan burqa dengan kotak surat dan perampok bank.
“Kami belum melihat permintaan maaf tentang itu. Saya pikir dampak yang terjadi pada wanita Muslim itu nyata,” katanya.
Pihaknya mengakui memang melihat ada lonjakan kejahatan rasial, terutama terhadap wanita Muslim yang mengenakan burqa atau kerudung setelah itu. Bahkan kepercayaan pada rasis dan fanatik yang merasa mereka berhak untuk mengatakan hal-hal seperti itu atau melakukan hal-hal seperti itu.
Komunitas Muslim era pemerintahan Boris Johnson merasa ada kurangnya perhatian kepada umat Islam. “Saya pikir inilah saatnya bagi kita untuk melihat kepemimpinan yang inklusif, yang bersedia bekerja dengan komunitas Muslim dan semua komunitas," katanya.
Muslim Inggris ingin melihat itu di seluruh spektrum politik, tetapi tentu saja kali ini di Konservatif dengan pemilihan kepemimpinan yang akan datang. "Bisakah kita mendapatkan politik yang bisa kita banggakan, bukan yang memalukan?”
"Markas Besar Kampanye Konservatif mengatakan tidak dapat berkomentar sampai akhir pemilihan kepemimpinan pada bulan September," katanya.