Rabu 20 Jul 2022 06:43 WIB

BRGM: Food Estate di Lahan Gambut Berbiaya Tinggi, tapi Hasilnya Rendah 

Pilot project yang telan 'biaya besar' itu hanya menghasilkan padi 4 ton per ha. 

Rep: Febryan. A/ Red: Agus Yulianto
Foto udara jaringan irigasi untuk mengairi kawasan lumbung pangan nasional food estate Dadahup di Kabupaten Kapuas, Desa Bentuk Jaya, Kalimantan Tengah. Kementerian PUPR melaksanakan rehabilitasi dan peningkatan jaringan irigasi rawa di wilayah food estate blok A, B,C dan D tersebut dengan luasan lahan 137.000 hektare serta yang baru diperbaiki lahan seluas 2.000 hektare di Kecamatan Dadahup.
Foto: Makna Zaezar/ANTARA
Foto udara jaringan irigasi untuk mengairi kawasan lumbung pangan nasional food estate Dadahup di Kabupaten Kapuas, Desa Bentuk Jaya, Kalimantan Tengah. Kementerian PUPR melaksanakan rehabilitasi dan peningkatan jaringan irigasi rawa di wilayah food estate blok A, B,C dan D tersebut dengan luasan lahan 137.000 hektare serta yang baru diperbaiki lahan seluas 2.000 hektare di Kecamatan Dadahup.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) menyatakan, proyek lumbung pangan atau food estate di lahan gambut membutuhkan biaya produksi yang tinggi. Namun, hasil panennya rendah. 

Deputi Bidang Perencanaan dan Evaluasi BRGM Satyawan Pubdyatmoko mengatakan, hanya ada selisih tipis antara biaya produksi pertanian padi di lahan gambut dan hasil panen yang didapatkan. "Marginnya kecil lah, tak seperti (penanaman padi) di tanah mineral," kata dia di kantor BRGM, Jakarta, Selasa (19/7/2022). 

Untuk diketahui, pemerintah kini sedang mengembangkan proyek food estate padi dan singkong di Kalimantan Tengah. Mengutip laman resmi Kementerian PUPR, komoditas padi akan ditanam di lahan Eks-Pengembangan Lahan Gambut (PLG) seluas 165 ribu hektare. 

 

photo
Penetapan Kalimantan Tengah untuk program food estate tidak serta merta muncul begitu saja, namun melalui proses yang panjang.  (istimewa)

 

Setyawan menjelaskan, rendahnya produktivitas pertanian padi di lahan gambut diketahui ketika pihaknya melakukan kegiatan percobaan (pilot project) di Desa Talio Hulu, Kalimantan Tengah. Sejumlah ilmuwan gambut turun tangan mendampingi petani ketika itu. 

Pilot project yang menelan 'biaya besar' itu ternyata hanya menghasilkan padi empat ton per hektare lahan. "Padahal, kalau di tanah mineral itu produktivitasnya bisa 7 - 8 ton, bahkan bisa 10 ton kalau di lahan mineral bagus," ujar Guru Besar UGM yang pernah menjabat sebagai Ketua Pokja Gambut UGM itu. 

Menurut Setyawan, jika proyek food estate di lahan gambut tetap dilanjutkan, sebaiknya penanaman dilakukan di area gambut dangkal yang dekat dengan sungai. Sebab, area semacam itu tanahnya bercampur dengan tanah mineral hasil sedimentasi sungai. 

"Penanaman di gambut dangkal dekat sungai memang bisa bagus hasil pertaniannya karena tidak murni gambut, ada campuran tanah mineral," ujar Setyawan dengan merujuk kepada keberhasilan penanaman padi di lahan gambut dangkal pada awal rezim Orde Baru.

Jika melakukan penanaman padi di gambut dalam, lanjut dia, maka akan mengalami kegagalan seperti halnya proyek PLG Sejuta Hektare Gambut di Kalimantan Tengah pada akhir rezim Orde Baru. Sebagai pengingat, proyek food estate Jokowi kini justru digarap di lahan bekas proyek PLG Sejuta Hektare Gambut tersebut.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement