REPUBLIKA.CO.ID, MADRID — Perdana Menteri Spanyol, Pedro Sanchez mengatakan pada Rabu (20/7) bahwa lebih dari 500 orang meninggal dalam 10 hari akibat gelombang panas yang menerjang Spanyol, salah satu yang paling intens yang pernah tercatat di negara itu.
Sanchez mengutip angka yang dirilis Senin dari Institut Kesehatan Carlos III yang memperkirakan jumlah kematian terkait panas berdasarkan jumlah kematian berlebih bila dibandingkan dengan rata-rata tahun-tahun sebelumnya.
Lembaga tersebut telah menekankan bahwa angka-angka ini adalah perkiraan statistik dan bukan catatan kematian resmi.
“Selama gelombang panas ini, lebih dari 500 orang meninggal karena suhu yang begitu tinggi, menurut statistik,” kata Sanchez dilansir dari Arab News, Kamis (21/7).
“Saya meminta warga untuk sangat berhati-hati, mencatat bahwa darurat iklim adalah kenyataan,” katanya.
Spanyol dicekam oleh gelombang panas yang mempengaruhi sebagian besar Eropa Barat yang mendorong suhu setinggi 45 derajat Celcius (113 derajat Fahrenheit) di beberapa daerah pekan lalu. Suhu panas ini juga memicu puluhan kebakaran hutan.
Kobaran api memaksa evakuasi ribuan orang dan merenggut sedikitnya dua nyawa yaitu seorang petugas pemadam kebakaran dan seorang gembala yang terjebak dalam kobaran api di barat laut Spanyol.
“Gelombang panas 9-18 Juli adalah salah satu yang paling intens yang pernah tercatat di Spanyol,” kata badan meteorologi AEMET.
“Paling tidak, ini adalah gelombang panas paling intens ketiga dalam hal perluasan dan durasi geografisnya, sejak pencatatan modern dimulai pada tahun 1975,” kata juru bicara AEMET Beatriz Hervella.
Hanya dua gelombang panas lainnya yang bertahan lebih lama satu pada Juli 2015 yang berlangsung selama 26 hari dan satu lagi pada Agustus 2003 yang berlangsung selama 16 hari.