REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyesalkan dan berbelasungkawa sedalam-dalamnya atas meninggalnya seorang siswa SD akibat tindakan bullying atau perundungan di Tasikmalaya. Kemendikbudristek akan mengusut kasus ini.
“Kemendikbudristek akan berkoordinasi dengan pemda terkait dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk mengusut dan menangani kasus ini,” kata Plt Kepala Biro Kerjasama dan Hubungan Masyarakat (BKHM) Kemendikbudristek, Anang Ristanto kepada Republika, Jumat (22/7).
Di sisi lain, kata Anang, pihaknya akan berkolaborasi dengan lembaga-lembaga terkait dan semua lapisan masyarakat, untuk mencegah berulangnya kasus-kasus perundungan di kalangan peserta didik. Pihaknya juga berkomitmen mewujudkan satuan pendidikan yang aman, nyaman, dan bebas dari segala bentuk kekerasan.
Komitmen tersebut bakal dicapai dengan mendorong semua sekolah mengimplementasikan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
Selain mendorong sekolah menerapkan Permendikbud 82, kata Anang, pihaknya juga melakukan Asesmen Nasional (AN). AN merupakan program evaluasi satuan pendidikan dengan mengukur hasil belajar literasi, numerasi, dan karakter, serta kualitas lingkungan belajar, termasuk iklim keamanan sekolah.
“Hasil AN digunakan untuk mendorong sekolah dan pemerintah daerah menciptakan lingkungan yang bebas dari perundungan, kekerasan seksual dan intoleransi,” ungkap Anang.
Pihaknya juga melakukan kampanye penguatan karakter siswa dengan mengusung tema anti kekerasan dan Profil Pelajar Pancasila. Kampanye itu bertujuan untuk menghapus tiga dosar besar pendidikan, yakni tindakan intoleransi, perundungan, dan kekerasan seksual.
Sebelumnya, seorang anak SD berusia 11 tahun di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, meninggal dunia diduga akibat depresi. Anak tersebut depresi hingga tak mau makan selama beberapa hari setelah menjadi korban bullying atau perundungan yang diduga dilakukan oleh teman-temannya.
Aksi perundungan itu diduga dilakukan oleh empat teman sebayanya di sekitar rumah korban pada akhir Juni lalu. Korban tak hanya dipukuli, tapi juga dipaksa menyetubuhi kucing. Adegan itu direkam oleh para pelaku.
Setelah video itu tersebar, korban mengalami penurunan kesehatan dan psikis. “Anak saya jadi malu, tak mau makan-minum, melamun terus,” kata ibu kandung korban.
Keluarga kemudian membawa korban ke Rumah Sakit (RS) Singaparna Medika Citrautama pada Jumat (15/7). Tapi, kondisi korban terus menurun dan dinyatakan meninggal dunia pada Ahad (17/7) malam.