REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia mendorong peningkatan transparansi pajak antar dan lintas negara di forum kerja sama multilateral Group of Twenty atau G20. Hal ini sebagai upaya memutus mata rantai penggelapan dan penyalahgunaan pajak lintas negara, terutama perusahaan-perusahaan besar yang beroperasi multinasional.
Anggota tim juru bicara Presidensi G20 Indonesia 2022, Maudy Ayunda, mengatakan, Indonesia sebagai pemangku Presidensi G20, mendorong penuh terwujudnya hal tersebut. "Sistem perpajakan yang adil dan transparan menjadi penting untuk mengatasi penggelapan dan penghindaran pajak mencegah transfer pricing serta mendorong kebijakan perpajakan nasional yang kondusif," katanya.
Transparansi pajak, dikatakan Maudy, secara langsung akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Khususnya kondisi di masa pemulihan ekonomi usai dunia dihantam pandemi Covid-19.
"Pajak adalah salah satu sumber pendapatan terbesar negara. Ini digunakan sepenuhnya untuk melanjutkan pembangunan sebagai upaya pemerintah menciptakan kemakmuran rakyat," ujar Maudy.
Namun begitu, Maudy melanjutkan, untuk menciptakan kondisi yang ideal terkait perpajakan, butuh kerja sama semua pihak. Termasuk keterlibatan bersama dengan dunia internasional untuk menerapkan standar transparansi dan pertukaran informasi.
"Serta upaya penegakan hukum yang tidak hanya mencakup satu negara saja," ujar Maudy
Sebagai bagian dari rangkaian Presidensi G20 Indonesia telah berlangsung pertemuan Asia initiative pada tanggal 16 Februari 2022 yang mengangkat tema Sustaining The Recovery Through Enhanced Tax Transparancy. Kegiatan tersebut adalah inisiatif yang diluncurkan pada November 2021 dan menjadi kesepakatan negara Asia untuk bersama-sama mendorong transparansi perpajakan.
Pertemuan dihadiri pemimpin otoritas pajak dari 13 negara Asia anggota global forum serta beberapa lembaga internasional. Namun begitu, Maudy mengakui jika hanya 13 negara Asia yang menyatakan komitmennya terkait transparansi pajak melalui deklarasi Bali, 14 Juli 2022.
Indonesia menjadi salah satu negara yang telah menikmati manfaat dari kebijakan tersebut. "Salah satunya adalah pemetaan potensi penghasilan inbound, senilai Rp 683 triliun yang berupa dividen, bunga, penjualan dan penghasilan-penghasilan lainnya," ungkap Maudy.
Keuntungan lain yang diperoleh Indonesia dengan kebijakan transparansi perpajakan adalah mempersempit peluang upaya penghindaran pajak antarnegara. Imbasnya, akan mendorong kepatuhan wajib pajak yang otomatis penerimaan pajak akan optimal.
Selain itu transparansi juga menjadikan pajak sebagai instrumen menggenjot investasi sehingga iklim usaha akan kondusif dan berkembang. Penerimaan pajak yang optimal juga akan mendorong mobilisasi sumber daya domestik serta pemulihan kondisi yang berkelanjutan pascapandemi Covid-19.
Pada kesempatan ini, Maudy mengungkapkan, jika saat ini Indonesia juga sedang menjajaki upaya menjadi anggota penuh financial task force. "Dengan menjadi anggota penuh, Indonesia akan mengambil peran penting dalam upaya perang terhadap penggelapan perpajakan," imbuhnya.