REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh menerima gelar Doktor Honoris Causa (HC) dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya, Malang. Dalam orasi ilmiahnya, ia menyampaikan tema tentang politik kebangsaan.
Politik kebangsaan, jelas Surya Paloh, akan semakin terlihat pada 2022 ini. Pasalnya, tahun ini disebut sebagai momentum partai politik untuk memanaskan mesinnya jelang menghadapi Pemilu 2024.
"Situasi dan interaksi para elit partai semakin dinamis, berbagai spekulasi politik pun terus bergulir. Setiap partai politik bersiap diri, mengambil ancang-ancang, memanaskan mesin politik masing-masing, mengukur kekuatan diri dan lawan, sekaligus saling menjajaki dan memetakan kekuatan-kekuatan yang ada," ujar Paloh di Universitas Brawijaya, Malang, Senin (25/7/2022).
Menurutnya, saling mengukur peta politik merupakan sesuatu yang lazim bagi partai politik dalam persiapannya menghadapi Pemilu 2024. Pasalnya, pemilu merupakan sebuah mekanisme bawaan yang inheren dalam demokrasi.
"Pemilu adalah mekanisme yang telah disepakati bersama sebagai upaya melakukan pergiliran kekuasaan agar ia tidak menjadi monopoli satu pihak atau satu kelompok politik semata," ujar Ketum Nasdem.
Ia juga memandang pemilu sebagai ruang agar koreksi selalu terjadi, sehingga penggunaan kekuasaan menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Menurutnya, itulah esensi demokrasi dan telah menjadi antitesis dari sistem kekuasaan yang sebelumnya dimiliki kelompok politik atau golongan tertentu.
Pemilu adalah mekanisme yang dibangun sedemikian rupa, sehingga pergantian kekuasaan tidak terjadi melalui jalan pewarisan atau jalan perebutan yang disertai kekerasan. Alhasil, demokrasi adalah jalan pergantian pemegang kekuasaan yang mensyaratkan adanya kedewasaan sikap dan rasionalitas nalar dari para pelakunya.
"Di sisi lain, kekuasaan adalah bagian yang tak terpisahkan dari politik. Ia bahkan menjadi ekspresi dominan dari politik. Saking identiknya, politik selalu terasosiasikan sebagai segala sesuatu terkait kekuasaan," ujar Paloh.
Kendati demikian, hal tersebut tidak sepenuhnya bisa kita salahkan. Dalam upaya memanifestasikan idealitas yang dimiliki oleh setiap kelompok politik, kekuasaan memang menjadi keniscayaan.
Pasalnya, tanpa kekuasaan akan mustahil dalam mewujudkan sebuah program politik. Lewat politik, tawaran gagasan dan pemikiran dalam sebuah konteks kehidupan bersama, tersalurkan.
"Ibarat tubuh manusia, kehendak untuk mencapai sebuah tujuan dipersyarati dengan kuasanya raga berjalan dan jiwa yang sadar. Walhasil, kekuasaan adalah keniscayaan dalam politik," ujar Surya Paloh.