REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Gubernur DKI Jakarta meminta pengunjung tidak memarkirkan sembarangan kendaraan karena mengganggu arus lalu lintas dan pejalan kaki di Citayam Fashion Week, Dukuh Atas, Jakarta Pusat. Untuk itu, Dinas Perhubungan DKI menertibkan parkir liar yang berada di sekitar Sudirman-Dukuh Atas.
"Jangan sampai mengganggu, parkir di trotoar kan mengganggu orang jalan itu nanti pejalan kaki kecewa, mengganggu jalur sepeda nanti orang naik sepeda terhalang itu mengganggu," kata Riza Patria di Balai Kota Jakarta, Senin (25/7/2022).
"Banyak parkir liar makanya ditertibkan pihak Dishub, Satpol PP, kepolisian, camat semua turun memperbaiki," ucapnya.
Sejumlah kendaraan parkir liar pada beberapa titik di antaranya di trotoar Jalan Sudirman tepatnya di atas Citayam Fashion Week dan sekitar Jalan Kota Bumi dan Tanjung Karang serta Jalan Kendal. Akibatnya, kepadatan arus lalu lintas terjadi di Jalan Sudirman arah Bundaran Senayan menuju Bundaran Hotel Indonesia (HI) terutama saat akhir pekan.
Citayam Fashion Week menggunakan jalur trotoar dan penyeberangan Jalan Tanjung Karang, Dukuh Atas, tepatnya jalur menuju Terowongan Kendal dan Stasiun BNI City. Sebelumnya, menurut lembaga swadaya masyarakat (LSM) Jakarta Watch, peragaan busana yang menggunakan trotoar dan penyeberangan jalan di Dukuh Atas melanggar Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Ketua Jakarta Watch Andy William Sinaga mengatakan, Pasal 131 UU Nomor 22 Tahun 2009 mengatur secara jelas hak pejalan kaki untuk disediakan tempat penyeberangan, trotoar dan fasilitas lainnya. Pasal 132 menyebutkan, para pejalan kaki apabila menyeberang wajib menggunakan tempat yang telah ditentukan.
Adapun, tempat yang sudah ditentukan itu adalah zebra cross atau tempat penyeberangan. Dengan begitu, lanjut dia, Citayam Fashion Week terindikasi melanggar UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tersebut karena menggunakan tempat penyeberangan jalan tidak sesuai peruntukan sehingga mengganggu fasilitas pejalan kaki.
Pasal 274 dan Pasal 275 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 itu mengatur sanksi berupa ancaman pidana satu sampai dua tahun tahun penjara dan denda maksimal Rp 24 juta sampai Rp 50 juta.