DPR Khawatir Penghapusan Kebijakan DMO dan DPO Dimanfaatkan Pengusaha untuk Cari Untung

Instrumen DMO-DPO yang digagas pemerintah dinilai sudah ideal.

Senin , 25 Jul 2022, 17:07 WIB
Anggota Komisi VI DPR RI, Nusron Wahid, mengaku tidak setuju dengan penghapusan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO). Sebagai syarat crude Palm Oil (CPO) atau minyak kelapa sawit dan produk turunannya.
Foto: istimewa
Anggota Komisi VI DPR RI, Nusron Wahid, mengaku tidak setuju dengan penghapusan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO). Sebagai syarat crude Palm Oil (CPO) atau minyak kelapa sawit dan produk turunannya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Anggota Komisi VI DPR RI, Nusron Wahid, mengaku tidak setuju dengan penghapusan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO). Sebagai syarat crude Palm Oil (CPO) atau minyak kelapa sawit dan produk turunannya.

Menurut dia, sejauh ini kebijakan tersebut telah berhasil menekan harga minyak goreng di dalam negeri kembali normal, di tengah tingginya harga minyak dunia saat. “Kalau DMO dan DPO dihapus kemudian harga melambung tinggi kayak kemarin, apakah pengusaha kemudian tanggung jawab?” kata Nusron, Senin (25/7/2022).

Baca Juga

Politisi PKB itu justru merasa khawatir jika kebijakan tersebut dihapus. Dengan alasan akan membuka peluang bagi para pengusaha untuk memanfaatkannya mencari keuntungan semata, dan mengorbankan masyarakat banyak.

“Jangan-jangan malah memanfaatkan momentum untuk mengambil keuntungan sesaat yang ujung-ujungnya korbannya konsumen yang merupakan mayoritas masyarakat Indonesia,” sambungnya.

Dikatakannya, sejauh ini instrumen DMO-DPO yang digagas pemerintah dan dirancang tim Menko Marves Luhut Panjaitan, kata Nusron, sebenarnya sudah bagus dan ideal.

Sistem ini mampu menjamin ketersediaan minyak goreng murah untuk rakyat melalui "Minyak Kita", sekaligus memastikan bahwa ekspor bagi pengusaha juga masih bisa berjalan.

Sehingga, yang dibutuhkan saat ini, katanya. Bagaimana menciptakan infrastruktur distribusi yang efektif, efisien dan tepat sasaran. “Ini yang harus ada percepatan dan akselarasi. Pemerintah harus gerak cepat memberikan bintek buat pedagang minyak goreng agar bisa mengakses kanal aplikasi Si Mirah,” sambungnya.

Oleh karena itu, Nusron pun menyesalkan adanya kalangan pengusaha yang justru meminta kebijakan DMO-DPO dihapuskan. “Kalau ada pengusaha yang mengatakan DMO-DPO ribet berarti pengusaha yang egois, memikirkan diri sendiri, hanya mengejar keuntungan sesaat. Tidak berpikir jangka panjang tentang nasib mayoritas rakyat Indonesia sebagai konsumen,” kata Nusron.

Padahal, Nusron menilai aturan main yang sekarang ditetapkan pemerintah sudah cukup jelas dan transparan. “Kalau punya komitmen kasih barang ke dalam negeri 1 kilo dapat fasilitas eksport 5-6 kilo. Yang enggak mau, ya itu berarti yang malas dan nakal,” kata dia.

Permintaan penghapusan DMO-DPO sebelumnya disampaikan Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga. Ia mengatakan, penghapusan tarif pungutan ekspor (PE) tidak begitu berpengaruh dalam memperlancar ekspor dari crude Palm Oil (CPO) atau minyak kelapa sawit.