REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri ESDM Arifin Tasrif tak menampik hingga saat ini fluktuasi harga minyak dunia imbas perang antara Rusia dan Ukraina masih akan berdampak pada Indonesia. Mengingat, sampai saat ini harga jual energi baik itu BBM, LPG maupun Listrik masih menjadi beban APBN.
Arifin menjelaskan, Kementerian ESDM saat ini memiliki worst case dan normal case. Ia tak menampik pergerakan harga minyak dunia bisa mencapai 200 dolar AS per barel jika memang perang makin memanas dan menganggu pasokan energi global. Jika, harga minyak dunia mencapai 200 dolar AS per barel, maka anggaran subsidi energi bisa dua kali lipat.
"Proyeksi saat ini kan 100 dolar AS per barel. Kita sudah siapkan strategi jika memang sampai worst case harga minyak capai 200 dolar AS per barel. Subsidinya bisa naik dua kali lipat," ujar Arifin saat ditemui di JCC, Rabu (27/8/2022).
Apalagi, hingga saat ini pemerintah sudah menjadikan Pertalite atau BBM RON 90 sebagai BBM penugasan dimana harga jual ke masyarakat ditahan dan selisih dari harga keekonomiannya menjadi tanggungan APBN melalui mekanisme subsidi.
"Kalau worst case (harga minyak) bisa 200 dolar AS per barel, kalikan dua aja tuh. Jadi Rp 1.000 triliun kan. Nah ini yang harus diantisipasi. Makanya harus tepat sasaran," ujar Arifin.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah telah menambah anggaran subsidi energi dan kompensasi mencapai Rp 520 triliun untuk tahun 2022. Pengajuan tambahan ini adalah konsekuensi langkah pemerintah yang tidak menaikkan harga BBM, LPG, dan tarif listrik meski harga energi dunia naik tinggi.
"Sektor energi ini bisa menghabiskan anggaran untuk subsidi dan kompensasi di atas Rp 500 triliun untuk tahun ini saja, karena harga energi sekarang naik luar biasa," kata Sri Mulyani.