REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Hermanto meminta, pemerintah untuk menghormati fungsi budgeting DPR, khususnya dalam pengalokasian anggaran. Hal itu disampaikan Hermanto dalam menanggapi permintaan Tiongkok kepada Indonesia agar APBN turut serta menanggung pembengkakan biaya proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).
“Pemerintah juga jangan bertindak sendiri. Perhatikan mekanisme di DPR sebagai lembaga yang berfungsi budgeting negara dalam mengalokasikan anggaran,” ujar Hermanto dalam keterangannya, Selasa (2/8/2022).
Karena itu, dia meminta, pemerintah agar tidak serta-merta memenuhi keinginan Tiongkok tersebut. Sebab, menurut politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, hal tersebut sudah masuk masalah yang sensitif soal kedaulatan Indonesia dalam kebijakan APBN.
“Indonesia negara berdaulat, upaya asing mengintervensi kebijakan dalam negeri merupakan bentuk hubungan subordinasi. Jelas sekali amanat konstitusi bahwa hubungan antar negara bersifat bebas, aktif, setara dan kerja sama,” tambahnya.
Dia juga mengingatkan, pemerintah bahwa proyek pembangunan KCJB itu berdasarkan kesepakatan B to B bukan G to G. Bila saat ini mengalami pembengkakan biaya mestinya tidak dibebankan pada APBN.
"Bila terjadi risiko, mestinya sudah diperhitungkan secara matang dan kemudian masuk dalam business plan untuk mengatasinya,” papar Anggota Komisi IV DPR RI ini.
Saat ini, ungkap Hermanto, Indonesia sedang menghadapi masalah anggaran dan ekonomi dalam negeri. Kebutuhan anggaran untuk pembangunan infrastruktur pertanian dan memberantas kemiskinan jauh lebih penting. Dalam kondisi tersebut tiba-tiba ada permintaan agar pembengkakan biaya pembangunan KCJB dibebankan pada APBN.
“Sepertinya ini proyek ada hiden agenda. Awalnya murah tetapi kemudian membengkak. Karena itu, mestinya APBN sepenuhnya diperuntukkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat,” ungkapnya.
Sebelumnya ramai diberitakan, China Development Bank (CDB) meminta pemerintah Indonesia turut menanggung pembengkakan biaya proyek KCJB. Hal ini karena terjadi kelebihan biaya atau cost overrun dalam pengerjaan konstruksi proyek KCJB tersebut. Proyek tersebut mengalami cost overrun 1,176 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 16,8 triliun.