Rabu 10 Aug 2022 18:49 WIB

PNS BP2MI Dipecat karena Terlibat Pengiriman Pekerja Migran Ilegal

Para pelaku meminta masing-masing siswa pekerja migran membayar Rp 15 juta.

Rep: Febryan. A/ Red: Agus Yulianto
Kepala BP2MI Benny Rhamdani (tengah) saat konferensi pers terkait pemecatan stafnya yang terlibat dalam kasus pengiriman PMI ilegal di Kantor BP2MI, Jakarta, Rabu (10/8).
Foto: Republika/Febryan. A
Kepala BP2MI Benny Rhamdani (tengah) saat konferensi pers terkait pemecatan stafnya yang terlibat dalam kasus pengiriman PMI ilegal di Kantor BP2MI, Jakarta, Rabu (10/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua staf Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) terlibat dalam pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) secara ilegal ke Polandia. Salah satu pelaku dijatuhi sanksi pemecatan sebagai PNS.

Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengatakan, dua anak buahnya yang terlibat itu adalah pria berinisial H dan perempuan berinisial SS. Keduanya merupakan PNS.

Keduanya terbukti melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil; dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

Karena itu, keduanya dijatuhi hukuman berat. "Saudara H diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS," kata Benny saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (10/8). Adapun pelaku SS dijatuhi sanksi pembebasan dari jabatan atau non-job selama 12 bulan.

Benny menjelaskan, kasus yang terjadi tahun 2022 ini bermula ketika PT MMM, sebuah perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia, hendak memberangkatkan 23 siswa lembaga pelatihan kerja (LPK) Briliant ke Polandia. Lantas, pelaku H menawarkan proses pemberangkatan secara cepat.

Saudara H bersama PT MMM akhirnya memfasilitasi pemberangkatan 23 siswa itu ke Polandia melalui Turki dengan menggunakan visa kunjungan. "Proses penempatannya jelas ilegal," kata Benny.

Adapun pelaku SS berperan menyiapkan surat-surat dan mengelola dana. Dalam beraksi, para pelaku meminta masing-masing siswa membayar Rp 15 juta. Hingga kasus ini terungkap, SS sudah menerima dana sebesar Rp 255 juta yang disetorkan oleh LPK Briliant.

"Dalam kasus ini, mereka tidak bisa mengelak lagi. Sebab, bukti transfer dananya sudah jelas," kata Benny.

Terkait dana yang mereka terima, BP2MI menjatuhkan sanksi tambahan agar kedua pelaku mengembalikan seluruh uang siswa yang diterima. Di sisi lain, BP2MI mempersilahkan para korban untuk melaporkan kasus ini ke polisi.

"BP2MI juga tidak menutup kemungkinan untuk mengambil langkah hukum dengan melaporkan kasus ini ke aparat penegak hukum. Tapi yang jelas sekarang keduanya sudah dijatuhi sanksi disiplin yang berat," kata Benny menambahkan.

 

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement