REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mendorong terciptanya pemenuhan pangan masyarakat Indonesia untuk menekan masalah kurang gizi serta memperkuat ketahanan pangan.
Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Bappenas, Pungkas Bahjuri Ali, dalam diskusi daring yang dipantau di Jakarta, Kamis (18/8/2022), menyampaikan, faktor penting dalam pemenuhan pangan adalah aspek ketersediaan dan keterjangkauan.
"Tantangan hulu ke hilir yang menjadi perhatian kita adalah dari aspek ketersediaan, yang kedua adalah aspek keterjangkauan terkait pangan," kata Pungkas.
Pungkas mengatakan, aspek ketersediaan pangan tidak terbatas pada makanan pokok, tetapi juga beragam produk-produk pertanian.
Kata dia, aspek ini dipengaruhi sejumlah hal antara lain dampak bencana dan perubahan iklim, alih fungsi lahan pertanian akibat urbanisasi, sampai dengan menyusutnya tenaga petani dan regenerasi petani muda yang kurang.
Kemudian, lanjutnya, aspek keterjangkauan dinilai penting sebagai faktor yang menentukan pangan dapat dijangkau oleh masyarakat luas.
Selain itu, ujar dia, masalah kemiskinan dan daya beli masyarakat yang relatif rendah, serta disertai harga pangan yang cenderung meningkat juga menjadi faktor yang menentukan dalam pemenuhan pangan.
Ia berpendapat bahwa aspek pemanfaatan pangan juga perlu didorong agar lebih banyak masyarakat sadar terhadap kebutuhan gizi dan nutrisi yang dibutuhkan.
Pungkas mengungkapkan, Bappenas mendorong adanya koordinasi dan sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan seluruh pemangku kepentingan untuk memperkuat regulasi ketahanan pangan dan gizi.
"Jadi mungkin pangan itu ada, tapi tidak terjangkau. Atau pangan itu ada tetapi pola makannya tidak seimbang. Inilah tantangan pembangunan pangan yang harus dikerjakan dari hulu ke hilir," katanya.
Lebih lanjut Pungkas mengungkapkan, strategi dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan dan memperkuat ketahanan pangan harus dilakukan secara berkelanjutan.
Ia meminta seluruh pihak untuk meningkatkan produksi pangan, proses distribusi, hingga pola konsumsi yang dikelola secara berkelanjutan, serta pencegahan aktivitas mubazir pangan.
"Kalau kita bicara masalah gizi jadinya menyambung antara ketersediaan sampai dengan konsumsi, antara food to people. Jangan sampai mismatch," ucapnya.